JONI KARBOT, S.Th.I

JONI KARBOT, S.Th.I
Pekerja Sosial LK3 Mandiri

LEMBAGA KONSULTASI KESEJAHTERAAN KELUARGA (LK3) MANDIRI KAB BANYUASIN

LEMBAGA KONSULTASI KESEJAHTERAAN KELUARGA (LK3) MANDIRI KAB BANYUASIN
LK3 Mandiri_Dinas Kesejahteran Sosial Banyuasin

LK3 MANDIRI

LK3 MANDIRI
Mitra Pemerintah Membangun ketahanan Sosial Keluarga

joni

joni
peksos

Kamis, 06 Oktober 2011

MASALAH SOSIAL DAN PEMECAHANNYA

Bahwa sejak manusia mulai hidup bermasyarakat, maka sejak saat itu sebuah gejala yang disebut masalah sosial berkutat didalamnya. Sebagaimana diketahui, dalam realitas sosial memang tidak pernah dijumpai suatu kondisi masyarakat yang ideal. Dalam pengertian tidak pernah dijumpai kondisi yang menggambarkan bahwa seluruh kebutuhan setiap warga masyarakat terpenuhi, seluruh prilaku kehidupan sosial sesuai harapan atau seluruh warga masyarakat dan komponen sistem sosial mampu menyesuaikan dengan tuntutan perubahan yang terjadi. Dengan kata lain das sein selalu tidak sesuai das sollen.

Pada jalur yang searah, sejak tumbuhnya ilmu pengetahuan sosial yang mempunyai obyek studi kehidupan masyarakat, maka sejak itu pula studi masalah sosial mulai dilakukan. Dari masa ke masa para sosiolog mengumpulkan dan mengkomparasikan hasil studi melalui beragam perspektif dan fokus perhatian yang berbeda-beda, hingga pada akhirnya semakin memperlebar jalan untuk memperoleh pandangan yang komprehensif serta wawasan yang luas dalam memahami dan menjelaskan fenomena sosial.

Buku ini hadir dengan fokus studi masalah sosial yang sekaligus memuat referensi dan rekomendasi bagi tindakan untuk melakukan penanganan masalah. Di negara-negara berkembang, tindakan untuk melakukan perubahan dan perbaikan dalam rangka penanganan masalah sosial menjadi perhatian yang sangat serius demi kelangsungan serta kemajuan bangsanya menuju cita-cita kemakmuran dan kesejahteraan. Terkait hal itu, pembahasan mengenai berbagai perspektif sosial, identifikasi melalui serangkaian unit analisis serta pemecahan masalah yang berbasis negara dan masyarakat menjadi tema-tema yang diulas secara teoritis dalam buku ini.

Sumber Masalah

Masalah sosial menemui pengertiaannya sebagai sebuah kondisi yang tidak diharapkan dan dianggap dapat merugikan kehidupan sosial serta bertentangan dengan standar sosial yang telah disepakati. Keberadaan masalah sosial ditengah kehidupan masyarakat dapat diketahui secara cermat melalui beberapa proses dan tahapan analitis, yang salah satunya berupa tahapan diagnosis. Dalam mendiagnosis masalah sosial diperlukan sebuah pendekatan sebagai perangkat untuk membaca aspek masalah secara konseptual. Eitzen membedakan adanya dua pendekatan yaitu person blame approach dan system blame approach (hlm. 153).

Person blame approach merupakan suatu pendekatan untuk memahami masalah sosial pada level individu. Diagnosis masalah menempatkan individu sebagai unit analisanya. Sumber masalah sosial dilihat dari faktor-faktor yang melekat pada individu yang menyandang masalah. Melalui diagnosis tersebut lantas bisa ditemukan faktor penyebabnya yang mungkin berasal dari kondisi fisik, psikis maupun proses sosialisasinya.

Sedang pendekatan kedua system blame approach merupakan unit analisis untuk memahami sumber masalah pada level sistem. Pendekatan ini mempunyai asumsi bahwa sistem dan struktur sosial lebih dominan dalam kehidupan bermasyarakat. Individu sebagai warga masyarakat tunduk dan dikontrol oleh sistem. Selaras dengan itu, masalah sosial terjadi oleh karena sistem yang berlaku didalamnya kurang mampu dalam mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi, termasuk penyesuaian antar komponen dan unsur dalam sistem itu sendiri.

Dari kedua pendekatan tersebut dapat diketahui, bahwa sumber masalah dapat ditelusuri dari ”kesalahan" individu dan "kesalahan" sistem. Mengintegrasikan kedua pendekatan tersebut akan sangat berguna dalam rangka melacak akar masalah untuk kemudian dicarikan pemecahannya. Untuk mendiagnosis masalah pengangguran misalnya, secara lebih komprehensif tidak cukup dilihat dari faktor yang melekat pada diri penganggur saja seperti kurang inovatif atau malas mencari peluang, akan tetapi juga perlu dilihat sumbernya masalahnya dari level sistem baik sistem pendidikan, sistem produksi dan sistem perokonomian atau bahkan sistem sosial politik pada tingkat yang lebih luas.

Masyarakat Dan Negara

Parillo menyatakan, kenyataan paling mendasar dalam kehidupan sosial adalah bahwa masyarakat terbentuk dalam suatu bangunan struktur. Melalui bangunan struktural tertentu maka dimungkinkan beberapa individu mempunyai kekuasaan, kesempatan dan peluang yang lebih baik dari individu yang lain (hlm. 191). Dari hal tersebut dapat dimengerti apabila kalangan tertentu dapat memperoleh manfaat yang lebih besar dari kondisi sosial yang ada sekaligus memungkinkan terpenuhinya segala bentuk kebutuhan, sementara dipihak lain masih banyak yang kekurangan.

Masalah sosial sebagai kondisi yang dapat menghambat perwujudan kesejahteraan sosial pada gilirannya selalu mendorong adanya tindakan untuk melakukan perubahan dan perbaikan. Dalam konteks tersebut, upaya pemecahan sosial dapat dibedakan antara upaya pemecahan berbasis negara dan berbasis masyarakat. Negara merupakan pihak yang sepatutnya responsif terhadap keberadaan masalah sosial. Perwujudan kesejahteraan setiap warganya merupakan tanggung jawab sekaligus peran vital bagi keberlangsungan negara. Di lain pihak masyarakat sendiri juga perlu responsif terhadap masalah sosial jika menghendaki kondisi kehidupan berkembang ke arah yang semakin baik.

Salah satu bentuk rumusan tindakan negara untuk memecahkan masalah sosial adalah melalui kebijakan sosial. Suatu kebijakan akan dapat dirumuskan dengan baik apabila didasarkan pada data dan informasi yang akurat. Apabila studi masalah sosial dapat memberikan informasi yang lengkap dan akurat maka bararti telah memberikan kontribusi bagi perumusan kebijakan sosial yang baik, sehingga bila diimplementasikan akan mampu menghasilkan pemecahan masalah yang efektif.

Upaya pemecahan sosial sebagai muara penanganan sosial juga dapat berupa suatu tindakan bersama oleh masyarakat untuk mewujudkan suatu perubahan yang sesuai yang diharapkan. Dalam teorinya Kotler mengatakan, bahwa manusia dapat memperbaiki kondisi kehidupan sosialnya dengan jalan mengorganisir tindakan kolektif. Tindakan kolektif dapat dilakukan oleh masyarakat untuk melakukan perubahan menuju kondisi yang lebih sejahtera.

Kebermaknaan suatu studi termasuk studi masalah sosial disamping ditentukan oleh wawasan teoritik dalam menjelaskan gejala dan alur penalaran dari berbagai proposisi yang dihasilkan, juga sangat ditentukan oleh bagaimana studi itu dapat memberikan manfaat bagi kehidupan. Setidaknya seperti itulah muatan optimisme yang di kehendaki penulis buku ini.

Lebih lanjut tentang: Masalah Sosial Dan Upaya Pemecahannya
Tags:

masalah sosial
Back
Contact
MARIYANTO HADI KECAMATAN KALIBARU KABUPATEN BANYUWANGI JAWA TIMUR arryants@yahoo.co.id +6282142642228
Search site
Search:

Site map
RSS
Print

© 2009 All rights reserved.


Read more: http://tkskkalibaru.webnode.com/news/masalah-sosial-dan-upaya-pemecahannya/
Create your own website for free: http://www.webnode.com

Krisis Moral Bangsa Indonesia

Banyak masalah yang sedang dihadapi bangsa khususnya di kabupaten Banyuasin, umumnya Indonesia yang kita cintai ini terutama yang berkaitan dengan krisis multidimensi, baik di bidang ekonomi, politik, sosial budaya, dan lain-lain. Jika ditelaah dengan seksama, semua krisis yang terjadi bermula dari krisis moralitas. Beberapa fakta menunjukkan bahwa saat ini tengah terjadi fenomena melunturnya moral bangsa.

Data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) pada Februari 2006 menyebutkan, dalam lima tahun terakhir jumlah kasus tindak pidana narkoba di Indonesia rata-rata naik 51,3 % atau bertambah sekitar 3.100 kasus per tahun. Kenaikan tertinggi terjadi pada 2005 sebanyak 16.252 kasus atau naik 93 % dari tahun sebelumnya. Tak hanya narkoba, masalah yang merebak di kalangan remaja diantaranya meningkatnya pergaulan bebas, juga tawuran.

Jika diamati secara umum, maka ada tujuh masalah utama moral bangsa diantaranya: Hilangnya kejujuran. Berdasarkan laporan hasil investigasi sebuah lembaga survei dinyatakan bahwa korupsi menyebar merata di wilayah negara ini, dari Aceh hingga Papua. Karena itu dari tahun ke tahun posisi Indonesia sebagai negara terkorup selalu menduduki peringkat 10 besar dunia dalam indeks persepsi korupsi (CPI) menurut data dari Transperenscy International.

Hilangnya Rasa Tanggung Jawab

Sebelum bendungan Situ Gintung jebol, Kompas 28 Juli 2008 memberitakan bahwa sebanyak 50 bendungan dari total 106 dinyatakan rusak. Rusaknya infrastruktur pengairan ini menurut penelitian disebabkan perawatan operasional bangunan yang kurang memadai. Masalah seperti ini terjadi juga pada infrastruktur lainnya seperti banyaknya gedung yang hampir roboh. Kasus lain adalah rusaknya beberapa ruas rel kereta api yang diakibatkan besi baja rel kereta diambil oleh oknum. Berita-berita tersebut merupakan cermin bahwa telah terjadi penurunan moral tanggung jawab di masyarakat yang dapat berakibat fatal bagi keselamatan masyarakat.

Tidak Berpikir Jauh ke Depan (Visioner)

Eksploitasi alam adalah salah satu bentuk dari produk berpikir jangka pendek. Sebagai contoh, pembalakan hutan mencapai 0,6-1,3 juta ha/tahun (Abdoellah, 1999), bahkan angka tersebut diperkirakan telah melonjak menjadi 1,3–2 juta ha/tahun (KMNLH, 2002). Akibat dari berbagai eksploitasi alam telah menimbulkan berbagai bencana. Dalam kurun waktu 2006-2007 bencana ekologis (banjir, longsor, gagal panen, gagal tanam, kebakaran hutan) tercatat 840 kejadian bencana.

Rendahnya Disiplin

Pada Sabtu, 9 Februari 2008 Suara Karya memberitakan bahwa ribuan pegawai negeri sipil (PNS) di DKI Jakarta dan berbagai daerah nekat tidak masuk kerja alias mangkir pada hari pascalibur Imlek 2559 (8/2). Kasus mangkir, selalu terjadi setiap hari kejepit atau pascalibur (cuti) nasional. Disebutkan bahwa meski ada aturan PP No.30/1980 yang menyatakan bahwa ada tiga tingkatan pemberian sanksi kepada PNS dari mulai hukuman disiplin ringan, sedang, dan berat, namun budaya mangkir ini masih kental di kalangan pegawai negeri. Hal ini merupakan cermin karakter bangsa yang mengabaikan budaya disiplin.

Kriris Kerjasama

Terjadinya perpecahan dan benturan di antara komponen masyarakat menunjukkan bahwa bangsa ini sedang mengalami krisis persatuan dan melunturnya budaya kerjasama. Demikian juga dengan jumlah kasus tawuran di antara mahasiswa dan pelajar yang cenderung meningkat.

Krisis Keadilan

Partnership for Governance Reform pada 2002 menempatkan lembaga peradilan di Indonesia menempati peringkat lembaga terkorup menurut persepsi masyarakat. Hal tersebut diperkuat dengan laporan Komisi Ombudsman Nasional (KON) tahun 2002, bahwa berdasarkan pengaduan masyarakat menyebutkan penyimpangan di lembaga peradilan menempati urutan tertinggi.

Krisis Kepedulian

Media masa beberapa waktu yang lalu melaporkan adanya beberapa warga masyarakat yang meninggal akibat kelaparan. Berita ini menunjukan bahwa kepedulian juga telah menipis dalam kehidupan masyarakat.

Jika kita melihat potret kehidupan bangsa saat ini, maka jelas terlihat bahwa masalah moral sesungguhnya merupakan hal yang tidak kalah penting dibanding masalah ekonomi. Jika hal itu dibiarkan, akan mengancam masa depan bangsa. Namun sayang, masalah moral ini kerap terpinggirkan dari agenda dan rencana para calon pemimpin bangsa.

Sabtu, 20 Agustus 2011

RTSM calon penerima PKH

NAMA-NAMA PENERIMA BANTUAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) KECAMATAN BETUNG KELURAHAN RIMBA ASAM TAHUN 2011
NO IDENTITAS RTSM PESERTA PKH ALAMAT KETERANGAN
NO BERCODE NAMA PENGURUS
1 160702001500003 ASMAINI RT 01/001/LK I
2 160702001500004 RUWAINI RT 01/001/LK I
3 160702001500005 ERNAWATI RT 01/001/LK I
4 160702001500010 ELLA RT 01/001/LK I
5 160702001500011 SURYATI RT 02/001/LK I
6 160702001500012 ELYANA RT 02/001/LK I
7 160702001500022 RIKA RT 05/001/LK I
8 160702001500026 JAYANTI SANARIA RT 07/002/LK I
9 160702001500027 MEGAWATI RT 07/002/LK I
10 160702001500028 MISMINA RT 07/001/LK I
11 160702001500014 VERA SARI RT 08/002/LK I
12 160702001500017 ENDANG RT 08/002/LK I
13 160702001500040 RITA WATI RT 09/002/LK I
14 160702001500031 REFING/SRI RT 10/002/LK I
15 160702001500034 SUMIATI RT 10/002/LK I
16 160702001500036 SUSILAWATI RT 10/002/LK I
17 160702001500038 SUKMA NINGSIH RT 10/002/LK I
18 160702001500056 MARYATI RT 13/003/LK II
19 160702001500057 FATMAWATI RT 13/003/LK II
20 160702001500058 LELI SURYANI RT 13/003/LK II
21 160702001500059 CIK ANNA RT 13/003/LK II
22 160702001500060 SUARTININGSIH RT 13/003/LK II
23 160702001500061 NINING KURNIATI RT 18/005/LK III
24 160702001500304 PARTINI RT 20/005/LK III
25 160702001500305 ELMI YUNITA RT 20/005/LK III
26 160702001500266 NELIANA RT 21/005/LK III
27 160702001500267 LILI HARTINI RT 21/005/LK III
28 160702001500129 DELVIA ANITA RT 22/005/LK III
29 160702001500484 ANI SUSANTI RT 27/006/LK III
30 160702001500105 LISNA WATI RT 28/007/LK IV
31 160702001500106 SUNARNI RT 28/007/LK IV
32 160702001500107 ANI RT 28/007/LK IV
33 160702001500101 ERNA WATI RT 29/007/LK IV
34 160702001500263 SAMIKNAH RT 31/003/LK IV
35 160702001500273 YUSNAINI RT 31/003/LK IV
36 160702001500274 ELI SUSANTI RT 31/003/LK IV
37 160702001500275 HIDAYATI RT 31/003/LK IV
BETUNG, AGUSTUS 2011 PENDAMPING KECAMATAN BETUNG


RIVA YANTI,S.Si


NAMA-NAMA PENERIMA BANTUAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) KECAMATAN BETUNG KELURAHAN RIMBA ASAM TAHUN 2011
NO IDENTITAS RTSM PESERTA PKH ALAMAT KETERANGAN
NO BERCODE NAMA PENGURUS
38 160702001500269 JUMILAH RT 32/003/LK IV
39 160702001500277 RATIH KUMALA DEWI RT 32/003/LK IV
40 160702001500278 FAUZAH RT 32/003/LK IV
41 160702001500295 SUSANA RT 32/003/LK IV
42 160702001500299 SAKDIA RT 32/003/LK IV
43 160702001500302 NURHAYATI RT 32/003/LK IV
44 160702001500303 RESIAH RT 32/003/LK IV
45 160702001500320 YULIANA RT 35/009/LK V
46 160702001500339 FITRI ROHMAH RT 35/009/LK V
47 160702001500335 SALBIA RT 36/009/LK V
48 160702001500326 FATMAWATI RT 37/009/LK V
49 160702001500327 ELNAINI RT 37/009/LK V
50 160702001500329 ASMANILA RT 37/009/LK V
51 160702001500334 RATNA JUWITA RT 37/009/LK V
52 160702001500338 SITI SUPRIHATIN RT 37/009/LK V
53 160702001500330 GUSTIWARNI/NURSANA RT 38/009/LK V
54 160702001500336 YUHANA RT 38/009/LK V
55 160702001500337 ENDANG RT 38/009/LK V



BETUNG, AGUSTUS 2011 PENDAMPING KECAMATAN BETUNG





RIVA YANTI,S.Si




NAMA-NAMA PENERIMA BANTUAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) KECAMATAN BETUNG KELURAHAN BETUNG TAHUN 2011
NO IDENTITAS RTSM PESERTA PKH ALAMAT KETERANGAN
NO BERCODE NAMA PENGURUS
1 160702001500079 SRIYANI RT 04/001/LK I
2 160702001500080 PARSIATI RT 04/001/LK I
3 160702001500018 NINI Y RT 07/002/LK I
4 160702001500020 LINDA RT 07/002/LK I
5 160702001500021 ROGAYA RT 07/002/LK I
6 160702001500023 HERLINA RT 07/002/LK I
7 160702001500024 NINGSI P RT 07/002/LK I
8 160702001500025 YULISMA RT 07/002/LK I
9 160702001500048 SUGIANA RT 08/003/LK II
10 160702001500052 SUTINI RT 08/003/LK II
11 160702001500220 FITRIANI RT 08/003/LK II
12 160702001500427 SUWARTIK RT 09/003/LK II
13 160702001500430 SOPIYAH RT 09/003/LK II
14 160702001500431 SUPENI RT 09/003/LK II
15 160702001500438 PAINEM RT 09/003/LK II
16 160702001500439 SUSI Indrawati RT 09/003/LK II
17 160702001500138 KARTIKA RT 10/003/LK II
18 160702001500441 WAKINI' RT 12/004/LK II
19 160702001500442 SARINAH RT 12/004/LK II
20 160702001500446 LUGIEM RT 12/004/LK II
21 160702001500448 YATINEM RT 12/004/LK II
22 160702001500450 TURINI RT 13/004/LK II
23 160702001500452 BADRIAH RT 13/004/LK II
24 160702001500457 NGAPILA RT 14/004/LK II
25 160702001500458 SUKAMTI/SURATMI RT 14/004/LK II
26 160702001500459 SUPINI RT 14/004/LK II
27 160702001500491 TITIN KOPIYATUN RT 16/005/LK III
28 160702001500493 TRI SUSANTI RT 16/005/LK III
29 160702001500494 SITI AISYA RT 16/005/LK III
30 160702001500137 WIDIAWATI RT 16/005/LK III
31 160702001500083 DINA M. RT 17/005/LK III
32 160702001500078 YATINI RT 17/005/LK III
33 160702001500119 SUPARINI RT 18/005/LK III
34 160702001500142 YARDASUMARNI RT 19/006/LK III
35 160702001500143 RAVINA SRIYANTI RT 19/006/LK III
36 160702001500147 ENI YUNITA RT 19/006/LK III
37 160702001500073 SUWANTI RT 20/006/LK III
38 160702001500075 MUSRINI RT 20/006/LK III
39 160702001500151 MURNI RT 21/006/LK III
40 160702001500153 PARIYEM RT 21/006/LK III
41 160702001500154 YENI KURNIATI RT 21/006/LK III
BETUNG, AGUSTUS 2011 PENDAMPING KECAMATAN BETUNG

RIVA YANTI,S.Si
NAMA-NAMA PENERIMA BANTUAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) KECAMATAN BETUNG KELURAHAN BETUNG TAHUN 2011
NO IDENTITAS RTSM PESERTA PKH ALAMAT KETERANGAN
NO BERCODE NAMA PENGURUS
42 160702001500156 ROYANI RT 22/006/LK III
43 160702001500157 RATMINA RT 22/006/LK III
44 160702001500159 MARIYANTI RT 22/006/LK III
45 160702001500161 JUMINEM RT 22/006/LK III
46 160702001500163 TITI SARI RT 22/006/LK III
47 160702001500284 SURASMI RT 23/006/LK III
48 160702001500289 SUSILAWATI RT23/006/LK III
49 160702001500292 SUTINAH RT 23/006/LK III
50 160702001500081 SULASMI RT 24/007/LK IV
51 160702001500086 ROHIMA RT 24/007/LK IV
52 160702001500362 SURATI RT 24/007/LK IV
53 160702001500363 WARTINI RT 24/007/LK IV
54 160702001500087 EKAWATI RT 25/007/LK IV
55 160702001500091 PONIJAH RT 25/007/LK IV
56 160702001500094 LINDA RT 25/007/LK IV
57 160702001500095 SUSANTI RT 25/007/LK IV
58 160702001500097 JAMILAH RT 25/007/LK IV
59 160702001500359 MARYATI RT 26/007/LK IV
60 160702001500360 SUMIRAH RT 26/007/LK IV
61 160702001500412 EMI W RT 28/008/LK IV
62 160702001500413 WATI RT 28/008/LK IV
63 160702001500414 SUJIAH RT 28/008/LK IV
64 160702001500415 JUMIYEM RT 28/008/LK IV
65 160702001500121 NANIK RT 29/008/LK IV
66 160702001500122 RISMAWATI RT 29/008/LK IV
67 160702001500123 EVI RT 29/008/LK IV
68 160702001500125 SURYATI RT 29/008/LK IV
69 160702001500132 WIJI MURNI RT 29/008/LK IV
70 160702001500133 NELLY RT 29/008/LK IV
71 160702001500134 DASEM RT 29/008/LK IV
72 160702001500315 EMILIA RT 30/008/LK IV
73 160702001500322 SUSMAWATI RT 30/008/LK IV
74 160702001500416 SURATMI RT 33/009/LK V
75 160702001500417 SANTI RT 33/009/LK V
76 160702001500418 SOLEHA RT 33/009/LK V
77 160702001500368 RIKA RT 34/009/LK V
78 160702001500420 DESI A RT 34/009/LK V
79 160702001500369 DIANA RT 35/009/LK V
80 160702001500370 RIJEM RT 35/009/LK V

BETUNG, AGUSTUS 2011 PENDAMPING KECAMATAN BETUNG

RIVA YANTI,S.Si

NAMA-NAMA PENERIMA BANTUAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) KECAMATAN BETUNG KELURAHAN BETUNG TAHUN 2011
NO IDENTITAS RTSM PESERTA PKH ALAMAT KETERANGAN
NO BERCODE NAMA PENGURUS
81 160702001500422 HARIYATI RT 38/010/LK V
82 160702001500497 JORA RT 38/010/LK V
83 160702001500498 ROSITA RT 38/010/LK V
84 160702001500500 WARSIYEM RT 38/010/LK V
85 160702001500258 SUMARTIK RT 40/011/LK VI
86 160702001500341 NALISA RT 40/011/LK VI
87 160702001500342 EMA R RT 40/011/LK VI
88 160702001500343 WIWIN L RT 40/011/LK VI
89 160702001500344 QOMARIAH RT 40/011/LK VI
90 160702001500345 RATEM RT 40/011/LK VI
91 160702001500350 S HARISA RT 40/011/LK VI
92 160702001500351 ICA M RT 40/011/LK VI
93 160702001500352 UTAMI DEWI RT 40/011/LK VI
94 160702001500346 RASITI RT 41 A/011/LK VI
95 160702001500347 RUSIATI RT 41 A/011/LK VI
96 160702001500348 MESIYEM RT 41 A/011/LK VI
97 160702001500072 WAGINEM RT 41 B/011/LK VI
98 160702001500185 MUDLIKAH RT 41 B/011/LK VI
99 160702001500353 SUNARTI RT 41 B/011/LK VI
100 160702001500355 TRI P RT 41 B/011/LK VI
101 160702001500354 RUMINI RT 42/011/LK VI
102 160702001500397 SOLIHATUN RT 44/011/LK VI
103 160702001500192 SUPRIYATI RT 45/012/LK VI
104 160702001500217 SURATMI RT 45/012/LK VI
105 160702001500399 MARLINA RT 45/012/LK VI
106 160702001500400 INEM RT 45/012/LK VI
107 160702001500401 SUMINI RT 45/012/LK VI
108 160702001500402 RIKA RT 45/012/LK VI
109 160702001500404 GIYEN RT 45/012/LK VI
110 160702001500406 PONISIH RT 45/012/LK VI
111 160702001500407 MARLINA TUTUR RT 45/012/LK VI
112 160702001500408 RANI RT 46/012/LK VI
113 160702001500410 SARMINI RT 46/012/LK VI
114 160702001500377 SUMINI RT 46/012/LK VI
115 160702001500381 TARWIYAH A RT 46/012/LK VI
116 160702001500409 JUMIATUN RT 46/012/LK VI
117 160702001500378 RUMINAH RT 47/012/LK VI
118 160702001500382 PONIYATI RT 47/012/LK VI
119 160702001500384 WULAN DARI RT 47/012/LK VI
120 160702001500387 SUGINA RT 47/012/LK VI
BETUNG, AGUSTUS 2011 PENDAMPING KECAMATAN BETUNG

RIVA YANTI,S.Si

NAMA-NAMA PENERIMA BANTUAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN (PKH) KECAMATAN BETUNG KELURAHAN BETUNG TAHUN 2011
NO IDENTITAS RTSM PESERTA PKH ALAMAT KETERANGAN
NO BERCODE NAMA PENGURUS
121 160702001500221 MASNAH RT 48A/013/LK VII
122 160702001500226 NURAINI RT 48A/013/LK VII
123 160702001500164 MANISAH RT 48B/013/LK VII
124 160702001500165 BUDI AINI RT 48B/013/LK VII
125 160702001500166 ZUBAIDAH RT 48B/013/LK VII
126 160702001500167 FATMAWATI RT 48B/013/LK VII
127 160702001500169 SUGIANTI RT 48B/013/LK VII
128 160702001500197 SIAMAH RT 48B/013/LK VII
129 160702001500213 SURATMI RT 48B/013/LK VII
130 160702001500194 YUSNANI RT 49/013/LK VII
131 160702001500195 HERMYATI RT 49/013/LK VII
132 160702001500196 NURHAYATI RT 49/013/LK VII
133 160702001500198 SUMIATI RT 49/013/LK VII
134 160702001500203 NUR RT 49/013/LK VII
135 160702001500171 RUSMALA DEWI3 RT 50A/013/LK VII
136 160702001500210 KUSNAWATI RT 50A/013/LK VII
137 160702001500170 SARWANI RT 50B/013/LK VII
138 160702001500172 MAIMUNAH RT 50B/013/LK VII
139 160702001500173 SITI AMINAH RT 50B/013/LK VII
140 160702001500174 SUKESIH RT 50B/013/LK VII
141 160702001500207 NUNUNG R/KARTINAH RT 50B/013/LK VII
142 160702001500235 RITA/MITA MUKTI RT 51/014/LK VII
143 160702001500232 SUHARIATI RT 52/014/LK VII
144 160702001500234 MISRATUN RT 52/014/LK VII
145 160702001500240 NAPSIA RT 53/014/LK VII
146 160702001500241 ERNAINI RT 53/014/LK VII
147 160702001500242 MASMUNAH RT 53/014/LK VII
148 160702001500244 MASNUN RT 53/014/LK VII
149 160702001500245 CIKNAH RT 53/014/LK VII
150 160702001500247 YUSYANTI RT 53/014/LK VII
151 160702001500250 SOPIYAH RT 53/014/LK VII

BETUNG, AGUSTUS 2011
PENDAMPING KECAMATAN BETUNG,


RIVA YANTI,S.Si


laporan lk3 tahun 2010


LAPORAN PEKERJA SOSIAL LK3 MANDIRI
KABUPATEN BANYUASIN


I.1. Latar Belakang
Laporan ini disusun berdasarkan Setelah Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) Mandiri Dinas Kesejahteran Sosial Kabupaten Banyuasin dalam Pekerja Sosial (Peksos) Tahun 2010 yang telah melaksanakan Tugas dan Fungsi dalam Bidang konsultasi kesejateraan Keluarga dan permasalahan yang dihadapi oleh keluarga yang mempu menyelesaikan permasalahan atau berketahanan Sosial.
LK3 Mandiri yang merupakan salah satu wahana penanganan masalah sosial pada umumnya dan masalah sosial psikologis keluarga pada khususnya, mengedepankan pendekatan pekerjaan sosial dan disipilin ilmu lain yang terkait secara profesional dalam proses pelayanannya.
Selanjutnya untuk mencapai sasaran yang diperlukan pada Tahun 2010-2011, Pekerja Sosiall akan menyediakan pelayanan dengan kualitas tinggi dan dengan pengalaman profesional sebagai Pekerja Sosial (Peksos) sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diminta dalam kerangka acuan kerja.
Pertumbuhan LK3 Mandiri adalah akan membantu mengatasi masalah sosial psikologis keluarga dalalm rangka peningkatan taraf kesejahteraan dan ketahanan sosial keluarga melalui pelayanan konseling, konsultasi, pemberian penyebarluasan informasi, penjangkauan pemerdayaan dan rujukan melalui konsultan (bidang Ahli) LK3 dengan tujuan antara lain:
1. Dapat dimanfaatkannya pelayanan LK3 oleh masyarakat, instansi / organisasi.
2. keluarga mampu memecahkan masalah dan melaksanakan fungsinya.
3. keluarga memperoleh informasi dengan upaya pemecahan masalah.
4. Organisasi,kelompok,masyarakat,kelurga atau individu yang peduli dan mengatasi dapat berperan serta secara aktif.

Menjamin kontinuitas pelayanan lintas bidang, Menjamin responsivitas pelayanan terhadap kebutuhan sasaran, termasuk perubahan pelayanan. Membantu sasaran memperoleh akses terhadap pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan, memacahkan hambatan aksesibilitas yang disebabkan oleh kriteria elijibilitas (persyaratan), peraturan, kebijakan; danMenjamin bahwa pelayanan yang disediakan sesuai dengan kebutuhan sasaran, diberikan dengan cara tepat dan tidak duplikatif.
Pelayanan LK3 Mandiri mengacu pada pelayanan Publik hal ini dapat dipahami sebagai segala kegiatan yang dilakukan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak-hak dasar setiap warga negara dan penduduk atas pelayanan administrasi, konsultasi dan kesejahteraan yang disediakan oleh Lembaga Konsultasi Kesejateraan Keluarga (LK3) Mandiri pelayanan yang terkait dengan kepentingan dalam permasalahan Sosial.
I.2. Tujuan Sasaran LK3 Mandiri :
• Keluarga pada umumnya
• Keluarga rentan dan korban tindak kekerasan
• Keluarga bermasalah sosial dan psikologis
• Wanita rawan sosial ekonomi, potensial untuk diberdayakan
Sasaran dari Lembaga Konsultasi Kesejateraan Keluarga (LK3) Mandiri adalah membantu Pemerintah Kabupaten Banyuasin dalam Kesejahteraan Sosial melalui proses pegembangan kapasitas kelembagaan dan perbaikan manajemen, mendorong terbentuknya regulasi yang menjamin keberlanjutan LK3 Mandiri Dinas Kesejahteraan Sosial Kabupaten Banyuasin. Dengan demikian sudah saatnya dibutuhkan Pekerja Sosial LK3 Mandiri Dinas Kesejahteraan Sosial Kabupaten Banyuasin untuk mendampingi Pemerintah Kabupaten Banyuasin.

1.3 Permaslahan keluraga yang ditangani oleh LK3
Tidak semua permasalahan keluraga dapat ditangani oleh LK3, meskipun seyogyanya Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga ( LK3 ) Mandiri Dinas Kesejahteraan Sosial Kab Banyuasin dapat membantu mengatasi semua permasalahan kelurga (bertahap), baik secara Sosial-Psikologi ataupun Ekonomi. Akan tetapi, keadaan yang ada dan sesuai dengan kemampuan. LK3 memprioritaskan, pada hakikatnya terhadap dua fokus masalah dalam keluarga, yaitu masalah hubungan perkawian (marital relationship) dan anak dalam keluarga.
Permasalahan yang berkaitan dengan perkawinan, diataranya: perceraian dengan berbagai sebab, sebagian besar masalah perceraian disebabkan oleh ketidak bahagiaan pasangan, baik sepihak maupun kedua-duanya, hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor: seperti pasangan kurang memberikan perhatian, pasangan tidak memiliki waktu untuk kegiatan atau acara keluarga, tidak memiliki anak, pengahasilan yang tidak memadai, konflik yang disebabkan oleh adanya pengaruh dari pihak ketiga (Orang tua, martua, saudara, teman, wanita idaman lain, pria idaman lain), perselingkuhan, poligami, komunikasi yang kontra produktif ( Tidak pandai mengunakan/ memilih kata yang tepat, interprestasi yang salah terhadap kata-kata, persepsi yang keliru terhadap pesan) karakter pasangan tidak mendukung (Posesif, Cemburuan, ego sentris, dominsi, kekerasan, dll), tindak kekerasan dari salah satu pasangan, disfungsi seksual dan Dewasa ini permasalahan bukan bagaimana mengasuh anak, akan tetapi apakah orang tua melakukan pengasuhan terhadap anak atau tidak. Sebagian besar tidak melakukan pengasuhan terhadap anak karena berbagai sebab, seperti tidak tahu cara mengasuh, keterampilan dan tidak punya waktu untuk mengasuh. Akibatnya timbul berbagai permasalahan, seperti anak tidak disiplin, anak nakal, anak tidak tahu etika, perilaku anak sulit dikendalikan, terhambatnya perkembangan intelektual anak, perkembangan karakter anak ke arah negatif dan perkembangan psikososial anak terhambat
LK3 Mandiri Dinas Kesejateraan Sosial Kabupaten Banyuasin Sesuai dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Sosial No 044 Th 2010 Tentang Lembaga Kosultasi Kesejahteraan Keluarga Kab Banyuasin Tahun 2009:

Ketua : Antonio Arnaldo, SIP, M.Si
Peksos: Joni Karbot, S.Th.I
Konsultan Ahli:
1. Ahli Psikologi 4. Ahli Hukum
2. Ahli Agama 5. Ahli Kesehatan
3. Ahli Pendidikan
1.4. Peran Pekerja Sosial LK3 Mandiri
1. Pekerja Sosial LK3 Mandiri siap melaksanakan dan bekerja sama dengan pengelola termasuk menjalin hubungan dan kerja sama.
2. Pekerja Sosial Lk3 Mandiri di berikan SK oleh Dinas Kesejateran sosial Kabupaten Banyuasin dan bertanggung jawab kepada Pengelola LK3 Mandiri.
3. Pekerja Sosial LK3 Mandiri akan berkantor di Sekretariat/ Kantor Dinas Kesejateran sosial dalam waktu dekat ini Lk3 Mandiri akan menempati Sekretariat di Jalan lintas Timur/ Palembang-Betung Kelurahan Kayuara Kuning. Pengelola dan Peksos Lk3 Mandiri akan melengkapi ATK dan perlengkapan kantor lainnya sendiri
4. Pekerja Sosial Lk3 Mandiri berkoordinasi dengan Pengelola serta instansi lain yang terkait dengan bidang pekerjaannya atau Bidang Ahli.
5. Pekerja Sosial LK3 mengharapakan konsekwen pengelola yang teransfarasi dan akutabel terhadap pengunanaan sesuai dengan petunjuk dana dekonsentrasi operasional LK3.
6. Pekerja Sosial Lk3 Mandiri akan menyerahkan Laporan Triwulan.


PENUTUP
LK3 Mandiri Kabupaten Banyuasin, sudah melakukan menjalankan kegiatan sesuai dengan anggaran serta petunjuk yang ada.
LK3 Mandiri adalah suatu lembaga atau organisasi yang memberikan pelayanan konseling, konsultasi, pemberian/penyebarluasan informasi, outreach (penjangkauan) dan pemberdayaan bagi keluarga yang mengalami masalah sosial pada umumnya dan masalah psikologis keluarga pada khususnya secara professional termasuk merujuk sasaran ke lembaga pelayanan lain yang benar-benar mampu memecahkan masalahnya secara lebih intensif.
Demikian Laporan Pekerja Sosial ini. Semoga Allah SWT memberikan Ridho¬ sehingga semua Kegiatan yang akan datang bisa terealisasi.

Pangkalan balai, Oktober 2010
Pekerja Sosial


Joni Karbot, S.Th.I


LAMPIRAN :
• Surat Keputusan
• Lembar Laporan Pertriwulan selama 9 Bulan
• Dokumentasi foto
• Daftar hadir kegiatan












































































































































































DOKUMENTASI FOTO
1.Sosialisasi di Sekretariat KT










Data Konsultasi dan Kunjungan

2. Dokumen Permasalahan









(Kel Betung:Februari) (Kel Betung:Mei)









(Kel Rimab Asam: Agustus) (Kel Sartio:Oktober)

Data Home Visit/ Kunjungan :
Kel Betung : 1. Nona : Nur Okta 2. Tuan : Miskal Hendri
Kel Rimba Asam : 1. Nona : Dina Sapran
Kel Satrio : Ny. Hanifah






DAFTAR HADIR
SOSIALISASI TERHADAP KARANG TARUNA KELURAHAN RIMBA ASAM

Hari :
Tempat : Kediaman Rumah Ketua Karang Taruna

No Nama Alamat Tanda Tangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17



Rimba Asam, 2010
Ketua Umum



JONI NAPOLION

No Hp Bpk Anton (Pengelola LK3) 0813
Joni K (Pekerja Sosial LK3) 0813 6853 6853
Catatan/ Saran/ Pesan terhadap LK3 Mandiri Dinas kesejahteraan Sosial Kabupaten Banyuasin
.LAPORAN
PEKERJA SOSIAL
LEMBAGA KONSULTASI KESEJAHTERAAN KELUARGA
(LK3) MANDIRI KABUPATEN BANYUASIN
DINAS KESEJAHTERAAN SOSIAL KAB BANYUASIN




















JONI KARBOT, S.Th.I
PEKSOS LK3 MANDIRI





LK3 MANDIRI KABUPATEN BANYUASIN
DINAS KESEJAHTERAAN SOSIAL KAB BANYUASIN
TAHUN 2010

program KT rimbas jaya

PROGRAM KERJA
KARANG TARUNA KELURAHAN RIMBA ASAM
MASA BAKTI 2010-2013



A. Pendahuluan
Puji Syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Sehingga samapi saat ini kita tetap berada dalam lingkungan Agama-Nya yang penuh dengan harapan dan keselamatan.
Pada dasarnya Program Kerja Karang Taruna Kelurahan Rimba Asam, telah terbentuk agar dapat di implementasikan dan di aplikasiakan oleh pengurus Karang Taruna Kelurahan Masa Bakti 2010-2013 dalam rangka mencapai tujuan Karang Taruna Secara Umum dan Karang Taruna Kelurahan Rimba Asam Khususnya .
Penyusunan Program kerja adalah penting bagi sebuah organisasi, hal ini setidaknya akan memberikan gambaran terhadap dinamika perjalanan organisasi, juga sebagai bahan acuan untuk melaksanakan dan menjalankan program kerja pengurus Karang Taruna Kelurahan Rimba Asam.

B. Maksud dan Tujuan
Program kerja ini dimaksud untuk memberikan arahan atau acuan secara lebih terperinci mengenai apa yang harus dikerjakan oleh pengurus Karang Taruna Kelurahan Rimba Asam. 2010-2013, yang sesuai dengan bidang -bidang dan sebagai rencana mencapai tujuan secara terpadu, terarah, sistematik dan berkesinambungan.

C. Fungsi Program Kerja
Program kerja pengurus Karang Taruna Kelurahan Rimba Asam masa bakti 2010-2013 berfungsi dan berkedudukan sebagai berikut:
1. Pedoman penyelengaraan program kerja pengurus Karang Taruna Kelurahan Rimba Asam masa bakti 2010-2013.
2. Karang Taruna Kelurahan Rimba Asam berusaha untuk menegakkan dan mengembangkan nilai-nilai, semagat kepemudaan yang harus dirangkul dalam suatu wadah Organisasi Karang Taruan.
3. Karang Taruna Kelurahan Rimba Asam sebagai upaya partisifasi nyata dalam menopang pembangunan di kelurahan Rimba Asam.
4. Program Kerja Karang Taruna Kelurahan Rimba Asam masa bakti 2010-2013 merupakan acuan, pedoman bagi seluruh pengurus Karang Taruna Kelurahan Rimba Asam
5. Karang Taruna Kelurahan Rimba Asam Sebagai Fungsi kontol terhadap Organisasi Pemuda dalam wilayah Kelurahan Rimba Asam.



D. Program Kerja Bidang-Bidang.

1. Bidang Organisasi, Administrasi dan Humas

a. Mengusahakan membuat ID Card/T. Pengenal/Kartu Tanda Anggota.
b. Mengusahakan Ketersedianan pedoman, Atribut Karang Taruan
c. Meningkatkan Pemehaman ber-organisasi bagi pengurus Karang Taruna
d. Melaksanakan rapat koordinasi pengurus per semester.
e. Meningkatkan dan menjalin kerja sama yang baik dengan pemerintahan
Banyuasin pada umumnya Kelurahan Rimba Asam pada Khususnya/
Parpol/ OKP/Ormas/LSM dan kalangan Pers.
f. merumuskan strategi promosi Karang Taruna dikalangan anggota Pasif.
g. Menegakan tertip organisasi melalui tertib administarsi/kesektariatan
h. Menusahakan ketersediaan perlengkapan kesektariatan sarana prasarana.

2. Bidang Usaha Ekonomi Produktif

a. Membuat sistem penrkoprasian anggota Karang Taruna
b. Mengupayakan Usaha pembibitan Ikan/ternak ikan
c. Mengupayakan usaha ternak kambing,itik dan pepmibitan ikan

3. Bidang Kerohanian dan Bimbingan Mental Remaja

a. Menyelengarakan kegiatan pada hari-hari besar Islam
b. Mengadakan Sefari Ramadhan
c. Menjaga kerjasama dengan Ormas dan lembaga agama.
d. Melakukan kajian agama terhadap perkembangan pemikiran Islam
e. Berperan aktif dalam meningkatkan aktualisasi nilai-nilai Agama
f. Mengupayakan adanya Forum Dialog yang membahas masalah keagamaan pada saat ini
g. Mengupayakan pemberantasan buta aksara, Al Quran dikalangan Pengurus dan anggota Karang Taruna.
h. Mengusahakan terciptanya kehidupan remaja dan pemuda yang dinamis dan Agamis di Kelurahan Rimba Asam Kecamatan Betung
4. Bidang Usaha Kesejahteraan Sosial dan pengabdian masyarakat

a.Pelayanan Kesejahteraan Sosial
b. Mengumpulkan ada sosial ( penyandang Masalah dan Potensi/PMKS,PSKS)
c. mengikuti Kegiatan Bidang Pemuda dan kesejahteraan Sosial
d. merintis dan mengadakan kerjasama dengan organisasi sosial Pemuda yang
ada di dalam kecamatan Khususnya Kelurahan Rimba Asam.
e. Mengadakan Aksi Sosial ( Penyantuanan, kerja bakti dan sebagainya.


5. Bidang Pemerdayaan Perempuan

a. mengadakan Kegiatan yang dapat menigkatkan kualitas Perempuan
b. mengadakan kerjasama denga organisasi kewanitaan
c. melaksanakan kegiatan kewanitaan secara rutin
d. menumbuh kembangkan indusri skela rumah tangga

6. Bidang Partisipasi Pembangunan Kelurahan

a. melakuakan kajian terhadap berbagai asfek pembangunan
b. melaksanakan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejateraan dan pemerdayaan masyarakat kelurahan Rimba Asam
c. Melakukan Pegawasan terhadap program/pembangunan dalam kelurahan Rimba Asam
d. berperan aktif pada aktifitas pemerintah dan Masyarakat.
e. Melakukan koreksi dan evaluasi erhadap Kebijakan Kelurahan
f. Membantu menjaga keindahan dan pemeriharaan Toga Kelurahan

7. Bidang Pemuda Dan Olah Raga

a. Berpartisifasi aktif dalam dalam kegiatan kepemudaan dan olah raga.
b. Mengusahakan terbentuknya Tim-Tim Olah raga Karang Taruna
c. Mengadakan perlombaan minimal tingkat kelurahan
d. Mengadakan Pelatihan/Pembinaan terhadap Pemain
e. Membuat Club untuk anak-anak.


Rimba Asam, 27 Juli 2010
PENGURUS KARANG TARUNA
KELURAHAN RIMBA ASAM



JONI KARBOT, S.Th.I


PEMERINTAH KABUPATEN BANYUASIN
KECAMATAN BETUNG
KELURAHAN RIMBA ASAM
Jalan Penghulu Ali Basir No. 001 Telepon (0711) 893 001
RIMBA ASAM
Kode Pos 30758

KEPUTUSAN LURAH RIMBA ASAM
NOMOR 07 TAHUN 2010

TENTANG
PENGESAHAN DAN PENGUKUHAN PENGURUS KARANG TARUNA
KELURAHAN RIMBA ASAM KECAMATAN BETUNG
MASA BAKTI 2010-2013
LURAH RIMBA ASAM

MEMPERHATIKAN : Hasil Keputusan Rapat Pembentukan Pengurus dan Pemilihan Pengurus Baru Karang Taruna Kecamatan Betung masa bhakti 2010-2013 tanggal 27 Juli 2010 di Kantor Lurah Rimba Asam yang dipimpin langsung oleh Lurah Rimba Asam.

MENIMBANG : a. bahwa kesadaran para remaja dan pemuda menjadi cermin optimisme tercapainya kesejahteraan masyarakat yang lebih memadai dan menjadi tanda kebangkitan kedua bangsa ini serta tanda pencerahan yang lebih dinamis ;
b. bahwa jiwa dan semangat perlu secara aklamatif dan mufakat merapatkan barisan dan memperteguh tekad dalam tujuan mulia bersama, maka dipandang perlu membentuk Pengurus dan Pemilihan Pengurus Baru Karang Taruna Kelurahan Rimba Asam Masa Bakti 2010-2013;
c. bahwa untuk keperluan dimaksud dipandang perlu untuk dituangkan dalam Surat Keputusan Lurah Rimba Asam.

MENGINGAT : 1. Undang –Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial ;
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Propinsi Sumatera Selatan ;
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ;
4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
5. Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 83/HUK/2005 tanggal 27 Juli 2005 tentang Pedoman Dasar Karang taruna ;
6. Peraturan Daerah Kabupaten Banyuasin Nomor 5 Tahun 2003 tantang Pembentukan Organisasi, Dinas Daerah Kabupaten Banyuasin ( Lembaran Daerah Kabupaten Banyuasin Tahun 2003 Nomor 24 Seri D ).







- 2 -

MEMUTUSKAN

Menetapkan :
PERTAMA : Mengesahkan dan Mengukuhkan Saudara yang namanya tersebut dalam lampiran Surat Keputusan ini sebagai Pengurus Karang Taruna Kelurahan Rimba Asam Masa Bakti 2010-2013;
KEDUA : Tugas, Fungsi dan Tanggung Jawab Pengurus Karang Taruna Kelurahan Rimba Asam Kecamatan Betung Masa Bakti 2010 – 2013 dalam melaksanakan kegiatan dimaksud terdapat dalam Pedoman Dasar Karang Taruna dan Rencana Kerja Karang Taruna Kelurahan Rimba Asam ;
KETIGA : Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan bahwa apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini akan diadakan perubahan dan perbaikan sebagaimana mestinya.
KEEMPAT : Surat Keputusan ini disampaikan kepada yang bersangkutan untuk diketahui dan diindahkan.



DITETAPKAN DI : RIMBA ASAM
PADA TANGGAL : 27 JUNI 2010
LURAH RIMBA ASAM





HASBULLAH, S.Sos
Penata TK I
NIP. 196407041986031010


Tembusan : Disampaikan Kepada :
1. Yth. Bupati Banyuasin di Pangkalan Balai
2. Yth. Kepala Dinas Kesejahteraan Social Kab.Banyuasin di Pangkalan Balai
3. Yth. Camat Betung di Rimba Asam
4. Yth. Yang bersangkutan





LAMPIRAN : SURAT KEPUTUSAN LURAH RIMBA ASAM TENTANG PENGESAHAN DAN PENGUKUHAN PENGURUS KARANG TARUNA KELURAHAN RIMBA ASAM KECAMATAN BETUNG MASA BAKTI 2010 - 20013
NOMOR : 07 TAHUN 2010
TANGGAL : 27 JULI 2010


Pembina :
- Lurah Rimba Asam



Ketua : Joni Karbot, S.Th.I
Wakil Ketua : Darmadi
Sekretaris : Vilkadi
Wakil Sekretaris : Jaka Panca Sona
Pembantu Umum : Abdullah Majid
: Alek Sarkati
: Iskandar Juarsa
Bendahara :
Wakil Bendahara : Ratna Dewi



Bidang- Bidang

1. Bidang Organisasi, Administrasi dan Humas
Koordinator : Yunan Haidir
Anggot 1. Hasbullah Mubari
2. Rendi M

2. Bidang Usaha Ekonomi Produktif
Koordinator : Hariyanto
Anggota 1. Yusef Saiful, Amd
2.


3. Bidang Kerohanian dan Bimbingan Mental Remaja
Koordinator : Darwin Basoni
Anggota 1. Lidon Firdaus
2. Ali Muksin


4. Bidang Usaha Kesejahteraan Sosial dan pengabdian masyarakat
Koordinator : Agus Santoso
Anggota 1. Heriyasyah
2. Arli Yudi











- 2 –




5. Bidang Pemerdayaan Perempuan
Koordinator : Lilis suryani
Anggota 1. Tri Aida
2. Nur Cahaya dewi


6. Bidang Partisipasi Pembangunan Kelurahan
Koordinator : Basrul
Anggota 1. Hariyasyah
2. Agung Setia Budi



7. Bidang Pemuda dan olah raga
Koordinator : Masdriyanto
Anggota 1. Darmawan
2. Apandi, S.Pd




DITETAPKAN DI : RIMBA ASAM
PADA TANGGAL : 27 JULI 2010
LURAH RIMBA ASAM





HASBULLAH, S.Sos
Penata TK I
NIP. 196407041986031010




























PEMERINTAH KABUPATEN BANYUASIN
KECAMATAN BETUNG
KELURAHAN RIMBA ASAM
Jalan Penghulu Ali Basir No. 001 Telepon (0711) 893 001
RIMBA ASAM
Kode Pos 30758

Rimba Asam, 06 Agustus 2010


Nomor : 463/ 41/ 050120/ 2010
Lampiran : I ( Satu ) Set
Perihal : Pembentukan Pengurus Karang
Taruna Masa Bakti 2010-2013 Kepada
Yth. Bapak Bupati Banyuasin
Cq. Kepala Dinas Kesejahteraan Sosial
Kabupaten Banyuasin
di
Pangkalan Balai



Salam Kesetiakawanan Sosial

Sebagai upaya pembinaan terhadap generasi muda dalam wilayah Kelurahan Rimba Asam Kecamatan Betung, maka dengan ini disampaikan bahwa sesuai dengan hasil rapat/pertemuan tanggal 27 Juli 2010, telah terbentuk susunan pengurus Karang Taruna Kelurahan Rimba Asam masa bakti 2010-2013.
Selanjutnya kami mengharapkan Kepada Bapak kiranya dapat merealisasikan untuk menerbitkan Keputusan Pengukuhannya. Sebagai bahan pertimbangan Bapak. Bersama ini disampikan:
1. Notulen rapat/pertemuan
2. Daftar hadir peserta rapat/pertemuan
3. Program kerja Karang Taruna
4. Susunan Pengurus Karang Taruna ( SK Lurah )
5. Identitas Pengurus Inti Karang Taruna Rimba Asam
Demikianlah atas perhatian dan bantuan Bapak diucapkan terima kasih.

LURAH RIMBA ASAM





HASBULLAH, S.Sos
Penata TK I
NIP. 196407041986031010

Tembusan : Disampaikan Kepada :
5. Yth. Bupati Banyuasin di Pangkalan Balai
6. Yth. Kepala Dinas Kesejahteraan Sosial Kab.Banyuasin di Pangkalan Balai
7. Yth. Camat Betung di Rimba Asam
8. Yth. Yang bersangkutan




Notulen Rapat: Pembentukan Pengurus Karang Taruna Kelurahan Rimba Asam
Masa Bakti Tahun 2010-2013





Pada hari ini Selasa tanggal dua puluh tujuh bulan Juli tahun dua ribu sepuluh, jam 13.00 s/d 15.30 Wib. Bertempat di Kantor Lurah Rimba Asam kami telah melakukan rapat/ pertemuan pembentukan pengurus Karang Taruna Kelurahan Rimba Asam yang dihadiri oleh Lurah Rimba Asam.
Selanjutnya yang bertindak selaku Pimpinan rapat pada musyawarah ini adalah Sapran, S.Sos sedangkan notulen adalah Joni Karbot, S.Th.I dengan susunan acara:

1. Pembukaan
2. Sambutan Lurah Rimba Asam
3. Pembentukan Pengurus Karang Taruna
4. Pembahasan Program kerja
5. Do’a

Kemudian dari itu Pertemuan ini menghasilkan sebagai berikut:
1. Terbentuknya Karang Taruna Kelurahan Rimba Asam dan terpilihnya Pengurus Karang Taruna Kelurahan Rimba Asam masa bakti 2010 s/d 2013 sebagaimana daftar terlampir.
2. Tersusunnya Draf Program Kerja Karang Taruna Kelurahan Rimba Asam.


Demikianlah notulen ini kami buat untuk dapat dipergunakan seperluhnya.

Pimpinan Rapat Notulen





SAPRAN, S.SOS JONI KARBOT, S.TH.I


Mengetahui
LURAH RIMBA ASAM





HASBULLAH, S.Sos
Penata TK I
NIP. 196407041986031010






persoalan hukum tanggung jawab lingkungan

Persoalan Hukum Seputar Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan dalam Perundang-Undangan Ekonomi Indonesia

A. Pendahuluan
Artikel pendek ini berisi identifikasi beberapa persoalan krusial yang menurut penulis perlu dicermati dan diatur dalam Peraturan Pemerintah tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) perusahaan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 74 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Persoalan krusial tersebut adalah (a) batasan atau luas lingkup perseroan yang wajib melaksanakan TJSL (b) sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan yang mengatur substansi TJSL (c) sanksi hukum bagi perusahaan yang tidak melaksanakan TJSL, dan (d) keterkaitan antara TJSL dengan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan yang khusus berlaku untuk perusahaan berupa BUMN. Identifikasi beberapa persoalan di atas disertai dengan analisis singkat dengan memerhatikan isi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 53/PUU-VI/2008 tentang permohonan uji formil dan materiil Pasal 74 UU PT terhadap UUD 1945.

B. Definisi dan Luas Lingkup TJSL
Pasal 1 Nomor 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UU PT) tampaknya menggunakan istilah Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) sebagai terjemahan dari istilah Corporate Social Responsibility (CSR) untuk konteks perusahaan dalam masyarakat Indonesia, dan mengartikannya sebagai "komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya".
Dalam literatur manajemen perusahaan banyak sekali ditemukan tulisan tentang CSR atau TJSL baik untuk konteks masyarakat Indonesia maupun asing. Pada tingkat paling dasar namun sekaligus sangat luas, CSR dapat dipahami sebagai sebuah relasi atau interkoneksi antara perusahaan dengan para pemangku kepentingan perusahaan tersebut, termasuk misalnya dengan pelanggan, pemasok, kreditur, karyawan, hingga masyarakat khususnya mereka yang berdomisili di wilayah perusahaan tersebut menjalankan aktivitas operasionalnya. Perusahaan bertanggung jawab untuk menjamin bahwa kegiatan operasionalnya mampu menghasilkan barang dan/atau jasa secara ekonomis, efisien, dan bermutu untuk kepuasan pelanggan disamping untuk memperoleh keuntungan. Perusahaan juga berkewajiban untuk mematuhi hukum dan seluruh peraturan perundang-undangan nasional dan daerah yang berlaku di dalam wilayah negara seperti misalnya mematuhi aturan hukum ketenagakerjaan, persaingan usaha yang sehat, perlindungan terhadap konsumen, perpajakan, pelaporan aktivitas perusahaan, dan seterusnya termasuk juga untuk mematuhi hak-hak asasi manusia dan asas pengelolaan lingkungan hidup yang baik dan berkelanjutan.
Konsep CSR atau TJSL memperluas kewajiban perusahaan tersebut dengan kewajiban untuk peduli terhadap kemajuan dan kesejahteraan masyarakat lokal di mana perusahaan tersebut berdomisili dan/atau menjalankan aktivitas operasionalnya. Kewajiban terakhir ini dapat dilakukan perusahaan melalui berbagai bentuk kegiatan yang idealnya cocok dengan strategi dan business core dari perusahaan itu sendiri.[1] Misalnya, pemberdayaan ekonomi rakyat berupa membina usaha-usaha mikro, kecil, dan menengah; penyediaan hingga pelayanan kesehatan dan pendidikan masyarakat; penyediaan sarana dan prasarana umum, dan sebagainya. Bahkan, deretan kegiatan sebagai wujud dari CSR atau TJSL inipun masih dapat ditambah bila kita memasukkan aneka kegiatan yang bersifat karitatif di dalamnya, seperti menyantuni anak yatim piatu, menolong korban bencana alam, dan sebagainya.
Jadi, pada prinsipnya CSR bertujuan agar perusahaan dapat memberi kontribusi untuk kemajuan atau peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Pada poin inilah tampak nyata bahwa pelaku usaha melalui berbagai badan usaha yang berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum ‘diminta’ untuk bersama-sama dengan Pemerintah mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat sebab perusahaan juga secara etis moral dinilai memiliki tanggung jawab sosial terhadap lingkungan dan masyarakat. Tugas nasional ini tidak lagi dipandang sebagai tanggung jawab negara semata-mata untuk melaksanakannya, walaupun memang masih dapat dikaji lebih mendalam menyangkut sampai seberapa jauh sebenarnya perusahaan dapat diminta untuk memikul tanggung jawab mulia itu bila dibandingkan dengan kewajiban negara. Di sisi lain, CSR atau TJSL juga sebenarnya memberi manfaat bagi perusahaan yang melaksanakan. Manfaat itu misalnya CSR mampu menciptakan brand image bagi perusahaan di tengah pasar yang kompetitif sehingga pada gilirannya nanti akan mampu menciptakan customer loyalty dan membangun atau mempertahankan reputasi bisnis.[2] Kemudian, CSR juga dapat membantu perusahaan untuk mendapatkan atau melanjutkan license to operate dari Pemerintah maupun dari publik sebab perusahaan akan dinilai telah memenuhi standar tertentu dan memiliki kepedulian sosial.[3] Singkat kata, CSR memang dapat menjadi semacam iklan bagi produk perusahaan yang bersangkutan.

C. TJSL Sebagai Kewajiban Hukum
Konsep CSR atau TJSL di berbagai negara asing, utamanya negara-negara industri maju, dianggap sebagai sebuah konsep yang berdimensi etis dan moral sehingga pelaksanaannya pun oleh perusahaan pada prinsipnya bersifat sukarela bukan sebagai suatu kewajiban hukum. Di Indonesia, konsep TJSL justru dijadikan sebagai sebuah kewajiban hukum yang harus dipatuhi oleh perusahaan, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 74 ayat (1) UU PT. Pasal yang mewajibkan perseroan melaksanakan TJSL ini telah dimohonkan untuk diuji secara formil dan materiil terhadap UUD 1945 di depan Mahkamah Konstitusi, dengan dalil bahwa Pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), Pasal 28I ayat (2), dan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945.[4]
Para pemohon uji materiil[5] berpendapat bahwa Pasal 74 ayat (1) hingga (3) yang mewajibkan TJSL bagi perseroan telah (a) bertentangan dengan prinsip dasar TJSL atau CSR yaitu kesuka-relaan (b) membebani perseroan secara ganda yaitu kewajiban membayar pajak dan menanggung biaya TJSL atau CSR (c) meniadakan atau setidaknya menafikan konsep demokrasi ekonomi yang berintikan pada efisiensi berkeadilan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 33 ayat (4) UUD 1945, sehingga pada akhirnya justru akan mengakibatkan program TJSL atau CSR menjadi hanya sebatas formalitas belaka yang pada akhirnya akan menimbulkan sifat ketergantungan.
Ternyata, terhadap dalil hukum di atas Mahkamah Konstitusi (MK) berpendapat berbeda sehingga MK menolak permohonan uji materiil tersebut dan menyatakan bahwa Pasal 74 UU PT tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) jo Pasal 28I ayat (2) jo Pasal 33 ayat (4) UUD 1945.[6] Dikatakan oleh para hakim MK bahwa, pertama, menjadikan TJSL sebagai suatu kewajiban hukum melalui rumusan Pasal 74 merupakan kebijakan hukum dari pembentuk UU untuk mengatur dan menerapkan TJSL dengan suatu sanksi, dan hal ini adalah benar, karena:
1. Secara faktual, kondisi sosial dan lingkungan telah rusak di masa lalu ketika perusahaan mengabaikan aspek sosial dan lingkungan sehingga merugikan masyarakat sekitar dan lingkungan pada umumnya.[7]
2. Budaya hukum di Indonesia tidak sama dengan budaya hukum negara lain, utamanya negara industri maju tempat konsep CSR pertama kali diperkenalkan di mana CSR bukan hanya merupakan tuntutan bagi perusahaan kepada masyarakat dan lingkungannya tetapi juga telah dijadikan sebagai salah satu indikator kinerja perusahaan dan syarat bagi perusahaan yang akan go public. Dengan kata lain, MK tampaknya berpendapat bahwa sesuai kultur hukum Indonesia, penormaan TJSL sebagai norma hukum yang diancam dengan sanksi hukum merupakan suatu keharusan demi tegaknya TJSL atau CSR.[8]
3. Menjadikan TJSL sebagai kewajiban hukum dinilai oleh MK justru untuk memberikan kepastian hukum sebab dapat menghindari terjadinya penafsiran yang berbeda-beda tentang TJSL oleh perseroan sebagaimana dapat terjadi bila TJSL dibiarkan bersifat sukarela. Hanya dengan cara memaksa tersebut akan dapat diharapkan adanya kontribusi perusahaan untuk ikut meningkatkan kesejahteraan masyarakat.[9]
Kedua, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa Pasal 74 tidak menjatuhkan pungutan ganda kepada perseroan sebab biaya perseroan untuk melaksanakan TJSL berbeda dengan pajak.[10] Lebih jauh, disebutkan oleh MK bahwa pelaksanaan TJSL didasari oleh kemampuan perusahaan, dengan memerhatikan kepatutan dan kewajaran, yang pada akhirnya akan diatur lebih lanjut oleh PP. Demikian pula tentang sanksi bagi perseroan yang tidak melaksanakan TJSL, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa Pasal 74 ayat (3) yang merujuk pada sanksi hukum yang terdapat pada perundang-undangan sektoral merupakan rumusan yang tepat dan justru memberikan kepastian hukum, bila dibandingkan kalau UU PT menetapkan sanksi tersendiri.[11] Jadi, Mahkamah Konstitusi tidak sependapat dengan para pemohon yang mengatakan adanya berbagai pasal dalam perundang-undangan yang juga mengatur tentang TJSL mengakibatkan ketidak-pastian hukum dan tumpang tindih sehingga tidak dapat mewujudkan TJSL yang efisien berkeadilan. Khusus tentang perundang-undangan yang tumpang tindih ini akan penulis bahas pada bagian 4 dari artikel ini.
Ketiga, Mahkamah Konstitusi menilai bahwa norma hukum yang mewajibkan pelaksanaan TJSL oleh perusahaan tidak berarti meniadakan konsep demokrasi ekonomi yang berintikan pada efisiensi berkeadilan seperti diatur dalam Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 dan tidak akan membuat TJSL sekedar formalitas perusahaan saja, sebab:
1. prinsip demokrasi ekonomi memberi kewenangan kepada Negara untuk tidak hanya menguasai dan mengatur sepenuhnya kepemilikan dan pemanfaatan bumi, air, dan kekayaan alam, serta untuk memungut pajak semata, melainkan juga kewenangan untuk mengatur pelaku usaha agar mempunyai kepedulian terhadap lingkungan. [12]
2. pelaksanaan TJSL menurut Pasal 74 tetap akan dilakukan oleh perseroan sendiri sesuai prinsip kepatutan dan kewajaran, Pemerintah hanya berperan sebagai pemantau. Dengan demikian, tak perlu dikhawatirkan akan terjadi penyalah-gunaan dana TJSL ataupun membuat perseroan melaksanakan TJSL hanya sebagai formalitas belaka.
3. pengaturan TJSL dalam bentuk norma hukum merupakan suatu cara Pemerintah untuk mendorong perusahaan ikut serta dalam pembangunan ekonomi rakyat.[13]

D. Batasan Perseroan Yang Wajib Melaksanakan TJSL
Dari rumusan Pasal 74 ayat (1) UU PT tampaknya pembuat undang-undang seperti bermaksud untuk ‘membatasi’ perseroan yang diwajibkan melaksanakan TJSL, yaitu dengan menyebut ‘perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam’. Frasa ini kemudian, dalam bagian Penjelasan dari ayat yang bersangkutan, dijelaskan sebagai perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam, dan/atau perseroan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam.
Apakah dengan demikian Pasal 74 Ayat (1) tersebut tidak bersifat diskriminatif sebab hanya mewajibkan TJSL kepada perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau yang berkaitan dengan sumber daya alam saja. Artinya, perseroan yang kegiatan usahanya tidak berhubungan dengan sumber daya alam, termasuk badan usaha yang bukan berupa perseroan yaitu Koperasi, CV, Firma, dan Usaha Dagang, dibebaskan dari kewajiban melakukan TJSL? Hal inilah yang juga menjadi dalil dari para pemohon hak uji materiil Pasal 74 UU PT kepada Mahkamah Konstitusi seperti disebut di atas.
Tentang isu di atas, ternyata MK berpendapat bahwa (a) pengaturan secara khusus atau berbeda oleh Pemerintah, melalui Pasal 74 ayat (1) UU PT, bagi perusahaan yang berusaha di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam adalah sesuai dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 sehingga dapat dibenarkan (b) sebenarnya terhadap badan usaha yang tidak berbentuk perseroan, misalnya Koperasi, CV, Firma, dan Usaha Dagang pun juga tetap terkena kewajiban untuk melaksanakan TJSL berdasarkan Pasal 15 dari Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal.[14]
Pada poin ini penulis berpendapat bahwa baik Penjelasan Pasal 74 ayat (1) UU PT maupun rasionale Hakim Mahkamah Konstitusi di atas MK belum cukup memberikan batasan yang tegas tentang perseroan dengan kegiatan usaha di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam yang bagaimana saja yang wajib melakukan TJSL. Hal ini disebabkan definisi dan luas lingkup dari kegiatan usaha yang mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam (SDA), dan/atau yang berdampak pada fungsi kemampuan SDA sebagaimana disebut dalam Penjelasan Pasal 74 ayat (1) UU PT dapat ditafsirkan secara luas tergantung pada klasifikasi dari SDA itu sendiri.
SDA dapat diklasifikasi berdasarkan jenisnya yaitu hayati seperti tumbuhan, hewan, mikro organisme, dan non hayati dengan contoh bahan tambang, air, udara, bebatuan.[15] SDA juga dapat diklasifikasi berdasarkan sifatnya yaitu SDA yang dapat dibaharui, misalnya air, tumbuhan, hewan, hasil hutan; dan SDA yang tak dapat dibaharui seperti minyak bumi, batubara, timah, gas alam. Adapula SDA yang tak terbatas jumlahnya seperti sinar / tenaga surya, air laut, dan udara. Kemudian, SDA bila dilihat dari kegunaan dan penggunaan/pemanfaatannya ada yang disebut SDA penghasil bahan baku seperti hasil hutan, barang tambang, hasil pertanian; dan SDA penghasil energi semisal ombak, panas bumi, arus sungai, tenaga surya, minyak bumi, gas bumi, dsbnya. Persoalannya sekarang, SDA sesuai dengan klasifikasi apa yang dimaksud oleh pembuat UU melalui rumusan Pasal 74 ayat (1) dan Penjelasannya itu?
Apakah perseroan yang harus tunduk pada pasal tersebut hanyalah yang bergerak di bidang pertambangan saja, ataukah juga mereka yang bergerak di bidang hasil hutan, hasil pertanian, hasil perkebunan, hasil perikanan dan seterusnya? Bagaimana dengan perseroan yang berusaha dibidang ketenaga-listrikan yang bersumber pada tenaga surya, apakah juga wajib melaksanakan TJSL? Apakah perseroan yang usahanya memanfaatkan SDA yang bersifat hayati seperti usaha pemanfaatan tumbuhan, hewan, mikro organisme juga harus tunduk pada Pasal 74 ayat (1)?
Pembatasan arti terhadap frasa “mengelola dan memanfaatkan SDA” dan/atau “berdampak pada fungsi kemampuan SDA” sebagaimana tercantum dalam Penjelasan dari Pasal 74 ayat (1) menjadi amat penting, karena penafsiran yang luas akan dapat menjaring sebagian besar perseroan, padahal mungkin saja bukan itu maksud semula dari pembuat UU. Secara sederhana, masyarakat awam ataupun kalangan pengusaha mengartikan bahwa perseroan yang dimaksud oleh pasal itu adalah yang bergerak di bidang pertambangan saja. Namun, apakah memang benar demikian maksudnya?
Oleh karena itu, tak berlebihan kiranya bila nanti Pemerintah hendak menerbitkan PP sebagai tindak lanjut dari perintah dalam Pasal 74 ayat (4), persoalan tentang cakupan dan batasan dari pengertian perseroan yang wajib melakukan TJSL menurut Pasal 74 ayat (1) menjadi amat penting. Jangan sampai isi PP itu justru menafsirkan secara ekstensif pasal tersebut sehingga sepertinya justru menambah atau melampaui maksud awal pembuat UU, tetapi jangan pula sebaliknya.

E. Penyebaran Pengaturan Tentang TJSL Perusahaan Dalam Perundang-undangan
Secara eksplisit TJSL perusahaan memang diatur dalam Pasal 74 UU PT dan juga disebut secara tegas dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.[16] Namun, bila konsep CSR atau TJSL diartikan pula sebagai kewajiban perusahaan untuk misalnya mematuhi berbagai kewajiban hukum atau larangan yang diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan (perundang-undangan) sektoral, maka ditemukan beberapa UU yang beberapa pasalnya juga mengatur tentang TJSL. Berikut ini contoh beberapa UU yang memiliki pasal-pasal yang mengatur soal kewajiban pelaku usaha (perorangan atau badan usaha) untuk melakukan tindakan tertentu atau untuk tidak melanggar larangan tertentu menurut masing-masing UU:[17]
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, khususnya Pasal 47 ayat (3), 52, dan 83.[18]
2. Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, khususnya Pasal 30, 32, 48 ayat (3), dan 50 ayat (2).[19]
3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, khususnya Pasal 40 ayat (2), (3), dan ayat (5).[20]
Tersebarnya penormaan TJSL dalam berbagai perundang-undangan tersebut secara tersirat juga diperkuat oleh rumusan Pasal 74 ayat (3) UU PT beserta Penjelasannya yang menyatakan bahwa perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban TJSL dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait. Adanya anak kalimat terakhir inilah yang mempertegas bahwa soal TJSL memang sesungguhnya juga diatur dalam beberapa UU tersebut di atas.
Banyaknya perundang-undangan selain UU PT dan UU Penanaman Modal, yang juga mengatur tentang konsep yang kurang lebih identik dengan TJSL juga menjadi salah satu alasan bagi para pemohon hak uji materiil Pasal 74 khususnya ayat (3) UU PT kepada Mahkamah Konstitusi. Mereka menyebutkan bahwa fakta tersebut memperlihatkan tumpang tindih penormaan TJSL dalam perundang-undangan di Indonesia dengan beragam sanksi sehingga menimbulkan ketidak-pastian hukum.[21] Namun, dalil hukum inipun oleh MK ditolak dengan menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan sektoral yang dirujuk oleh Pasal 74 ayat (3) UU PT dalam konteks penjatuhan sanksi bagi perseroan yang tidak menjalankan kewajiban TJSL, justru tepat dan lebih memberikan kepastian hukum, bila dibandingkan kalau UU PT menetapkan sanksi tersendiri.
Pada poin ini penulis berpendapat bahwa pertimbangan hukum Hakim Mahkamah Konstitusi tersebut tidak sepenuhnya tepat.[22] Fakta memperlihatkan bahwa walaupun beberapa UU sektoral di atas dalam beberapa pasalnya mengatur tentang kewajiban bagi perusahaan untuk misalnya: tidak merusak lingkungan hidup, tidak merusak sumber daya air, harus mengelola lingkungan hidup dengan baik dan berkelanjutan dan mensejahterakan masyarakat lokal, dan seterusnya yang oleh Pasal 74 ayat (3) UU PT diartikan sebagai peraturan perundang-undangan yang juga mewajibkan perseroan melaksanakan TJSL, tetapi hal tersebut sesungguhnya tidak disertai dengan pasal-pasal yang mengatur tentang sanksi.[23] Artinya, UU di atas tidak seluruhnya mengatur soal sanksi bagi perusahaan yang tidak mematuhi kewajiban yang telah diamanatkan dalam pasal-pasal sebelumnya. Kekosongan soal ketentuan sanksi ini dapat menimbulkan persoalan yang cukup rumit mengingat bahwa Pasal 74 ayat (3) UU PT justru merujuk pada sanksi hukum dalam UU terkait bila sebuah perseroan tidak melaksanakan kewajiban TJSL. Bagaimana sanksi itu akan diterapkan bila dalam UU terkait itu sendiri tidak diatur soal sanksi.
Memang, selalu ditemukan adanya ketentuan pidana atau sanksi dalam seluruh UU di atas, namun harus diperhatikan bahwa pasal ketentuan pidana tersebut tidak selalu berkorelasi dengan pasal yang berisi kewajiban melakukan TJSL. Ketentuan pidana tersebut banyak yang berupa sanksi untuk pelanggaran dari kewajiban lain yang bukan tergolong sebagai TJSL. Berikut ini beberapa contoh:
1. Dalam Undang-Undang tentang Sumber Daya Air, pasal yang mengatur tentang ketentuan pidana atau sanksi, hanya ditujukan untuk pelanggaran terhadap pasal-pasal yang sebenarnya tidak berkait dengan TJSL perusahaan. Hanyalah Pasal 52 yang isinya berkait dengan TJSL yang kemudian disertai dengan Pasal 94 dan Pasal 95 yang berisi sanksi atau ketentuan pidana dengan ancaman pidana penjara dan denda bagi badan usaha yang terbukti tidak memenuhi kewajiban Pasal 52 tersebut. Sedangkan Pasal 47 ayat (3) dan Pasal 83 yang sesungguhnya juga berisi ketentuan berkaitan dengan TJSL perusahaan, justru tidak disertai dengan pasal tentang sanksi.
2. Dalam Undang-Undang tentang Minyak dan Gas Bumi, pasal tentang sanksi atau ketentuan pidana malah sama sekali tidak berkorelasi dengan pasal-pasal yang berisi TJSL, melainkan sanksi tersebut ditujukan untuk pasal-pasal lain dalam UU tersebut. Misalnya, Pasal 40 ayat (2), ayat (3) dan (5) yang jelas-jelas identik dengan TJSL perusahaan justru tidak disertai dengan pasal sanksi bilamana terjadi pelanggaran terhadap Pasal 40 tersebut.
3. Dalam Undang-Undang tentang Kehutanan, juga ditemukan hal yang serupa seperti dalam UU tentang Minyak dan Gas Bumi. Artinya, pasal-pasal tentang TJSL perusahaan justru tidak dilengkapi dengan ketentuan perihal sanksi hukum, sebaliknya ketentuan tentang sanksi, khususnya pidana, judtru ditujukan untuk berbagai pelanggaran yang bukan tergolong sebagai bentuk dari TJSL perusahaan.
Jadi, bila Pasal 74 ayat (3) UU PT dipandang oleh Hakim Mahkamah Konstitusi sebagai sudah tepat dan memberi kepastian hukum, penulis justru meragukan hal tersebut. Sanksi hukum yang oleh pasal itu dianggap pasti ada, faknya tidak selalu demikian. Akibatnya, tetap menimbulkan pertanyaan: bagaimana akan menegakkan aturan tentang kewajiban TJSL perusahaan berdasarkan UU sektoral bila di dalam UU itu tidak ditemukan aturan tentang sanksi hukumnya. Persoalan tentang tidak lengkapnya aturan mengenai sanksi hukum ini sebaiknya harus diantisipasi dalam PP khusus tentang pelaksanaan TJSL perusahaan.
Penting untuk dikaji secara mendalam apakah sanksi hukum bagi perusahaan yang tidak mematuhi kewajiban hukum untuk melaksanakan TJSL harus berupa sanksi pidana ataukah justru sebaiknya berupa sanksi yang bukan sanksi pidana. Misalnya saja, sanksi tersebut dapat berupa penundaan, penghentian atau pencabutan insentif atau subsidi; sebaliknya bila perusahaan memenuhi kewajiban melakukan TJSL maka terhadapnya Pemerintah memberikan semacam rewards berupa insentif, subsidi, diskon atau pemotongan pajak, atau sejenisnya. Dengan kata lain, sudah saatnya Pemerintah memikirkan secara serius kemungkinan untuk menerapkan bentuk sanksi hukum yang lebih tepat bagi pelaku usaha, dan sebaliknya menjajaki kemungkinan untuk memberikan penghargaan bagi mereka yang mematuhi hukum. Hal ini diduga akan lebih efektif untuk mendorong perusahaan menjalankan kewajiban TJSL, dan berdampak positif bagi perkembangan dunia usaha serta perekonomian nasional secara keseluruhan. Untuk ini sudah saatnya para ahli hukum dan ekonomi bekerja bersama mengembangkan studi dan metode pendekatan economic analysis of law.

F. TJSL Perusahaan dan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan
Selain ketentuan tentang TJSL perusahaan (khususnya Perseroan) dalam UU PT, ada pula konsep yang kurang lebih sama dengan TJSL tetapi khusus hanya diwajibkan untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) baik berupa Persero, termasuk di dalamnya Persero Terbuka, maupun Perum, yaitu Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Sumber hukum dari PKBL ini adalah Peraturan Menteri Negara BUMN No. PER-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN Dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Peraturan menteri ini merupakan penjabaran dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, khususnya Pasal 88.
Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Sedangkan Program Bina Lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Jadi, bila di lihat dari dampak yang diharapkan timbul melalui Program Kemitraan maupun Bina Lingkungan, terlihat ada kesamaan dengan program CSR atau TJSL perusahaan. Dampak tersebut adalah adanya peningkatan kesejahteraan dan pemberdayaan komunitas setempat yakni di wilayah di mana perusahaan atau BUMN berdomisili atau menjalankan aktivitas operasionalnya.
Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 30 ayat (1) Peraturan Menteri di atas mewajibkan BUMN untuk melaksanakan PKBL, dan keberhasilan pelaksanaan PKBL ini menjadi salah satu indikator penilaian tingkat kesehatan BUMN yang bersangkutan. Melalui PKBL, Pemerintah menginginkan terjadi peningkatan partisipasi BUMN dalam upaya Pemerintah untuk memberdayakan dan memperkuat potensi perekonomian rakyat, khususnya unit-unit usaha mikro dan usaha kecil, sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas dan menciptakan pemerataan hasil-hasil pembangunan.
Terdapat sedikit perbedaan antara PKBL dengan CSR atau TJSL perusahaan, yakni (a) biaya untuk TJSL diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memerhatikan kepatutan dan kewajaran; sementara biaya untuk PKBL diambil dari laba bersih yang diperoleh BUMN, masing-masing maksimal sebesar 2% untuk Program Kemitraan dan untuk Program Bina Lingkungan (b) lokasi bagi perseroan yang melaksanakan TJSL adalah terbatas di lingkungan dan/atau komunitas masyarakat setempat di mana perseroan berdomisili atau menjalankan aktivitas operasionalnya; sedangkan lokasi PKBL bagi BUMN lebih luas, yaitu seluruh wilayah Indonesia, tidak terbatas hanya pada domisili BUMN.
Kini, perlu diperhatikan korelasi antara kewajiban TJSL perseroan yang bersumber pada UU PT dengan kewajiban PKBL bagi BUMN yang bersumber dari UU tentang BUMN dan Peraturan Menteri Negera BUMN tersebut di atas. Terlihat bahwa dengan berlakunya UU PT, maka Pasal 74 UU itu semakin memperkuat kewajiban melaksanakan PKBL oleh BUMN, khususnya yang bergerak di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam. Persoalannya sekarang adalah bila menurut UU PT, sebuah BUMN yang bergerak di bidang sumber daya alam dan berbentuk badan hukum perseroan harus melakukan TJSL; tetapi di sisi lain sebagai sebuah BUMN juga terikat kewajiban untuk melakukan PKBL. Bagaimana mengkoordinasi dan mengharmonisasi kedua hal ini? Apakah bagi BUMN tersebut cukup diberlakukan Peraturan Menteri Negara BUMN tentang PKBL saja, dengan alasan peraturan hukum ini bersifat khusus atau lex specialis katimbang UU PT? Ataukah BUMN tersebut tetap tunduk pada UU PT mengingat peraturan ini bentuk formalnya adalah sebuah UU, yang pasti secara hirarki lebih tinggi daripada Peraturan Menteri? Ketentuan hukum mana saja yang dianggap paling tepat untuk diberlakukan bagi BUMN, tetap saja belum memecahkan seluruh persoalan. Hal ini disebabkan adanya perbedaan tentang sumber dana untuk aktivitas TJSL perusahaan dan untuk PKBL. Biaya untuk TJSL harus bersumber dari anggaran perseroan, sementara dana untuk PKBL diambilkan dari laba bersih BUMN. Artinya, bila BUMN tidak berhasil memperoleh laba maka program PKBL nya tak berjalan, sebaliknya TJSL tetap harus berjalan karena telah dianggarkan sebelumnya. Pada akhirnya, terkesan bahwa BUMN seperti dikenai 2 (dua) kewajiban secara bersamaan yang substansi dan tujuannya kurang lebih sama yaitu menjalankan PKBL dan TJSL.
Persoalan lain yang layak dikaji lebih lanjut adalah soal sanksi hukum. Pada PKBL, peraturan menteri di atas tidak mengatur sama sekali perihal sanksi bagi BUMN yang tidak mematuhi kewajiban itu. Hanya disebutkan dalam Pasal 30 ayat (1) bahwa keberhasilan pelaksanaan PKBL menjadi indikator penilaian tingkat kesehatan BUMN yang bersangkutan. Jadi rumusan pasal ini bukan berisi tentang sanksi. Sementara Pasal 74 ayat (3) UU PT seperti telah dibahas di atas, merujuk pada UU terkait atau UU sektoral (dalam konteks ini tentunya adalah perundang-undangan tentang PKBL) ketika berbicara soal sanksi.
Simpulan sementara hingga poin ini adalah bahwa perlu penataan yang tepat antara kewajiban melakukan TJSL dan PKBL bagi perusahaan yang merupakan BUMN, agar tidak terjadi duplikasi yang dapat menimbulkan penafsiran berbeda-beda dan membebani BUMN. Kecuali itu, harmonisasi, koordinasi dan sinkronisasi peraturan hukum seputar TJSL dan PKBL juga diperlukan agar tujuan utama yaitu meminta pertanggung-jawaban sosial perusahaan untuk turut serta meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat luas dapat tercapai secara adil, efektif, dan efisien.

G. Kesimpulan
Apabila Pemerintah hendak menindak-lanjuti perintah Pasal 74 ayat (4) UU PT untuk membuat peraturan pemerintah yang secara khusus mengatur tentang TJSL, maka setidaknya ada 4 (empat) persoalan krusial yang perlu dikaji lebih mendalam. Ketiga persoalan itu adalah: (a) batasan tentang perseroan yang terkena kewajiban melaksanakan TJSL, khususnya tentang frasa ‘perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam, atau yang usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam’ (b) harmonisasi dan sinkronisasi berbagai peraturan perUUan yang juga mengatur substansi yang berkaitan dengan TJSL, khususnya menyangkut ketentuan tentang sanksi hukum (c) pertimbangan penerapan sistem punish and rewards terhadap perseroan yang melawan atau mematuhi kewajiban hukum melakukan TJSL, dengan sedapat mungkin tidak menjatuhkan sanksi berupa pidana melainkan penghapusan atau pengurangan insentif dan sebaliknya (d) harmonisasi dan sinkronisasi antara kewajiban TJSL perusahaan dengan PKBL bagi perusahaan yang berupa BUMN.
Peraturan pemerintah sebagaimana dimaksud oleh pasal 74 ayat (4) UU PT memang diperlukan untuk lebih memberi kepastian hukum bagi para pelaku usaha khususnya badan-badan usaha, baik yang berupa usaha kecil, menengah, besar, ataupun badan usaha yang modalnya berupa modal domestik maupun asing, dan juga bagi BUMN. Kecuali itu, peraturan pemerintah tersebut juga dibutuhkan untuk mencegah terjadinya pengaturan tentang pelaksanaan TJSL perusahaan secara sepihak dan berbeda-beda pada aras daerah melalui peraturan daerah.[24] Apabila peraturan hukum tentang TJSL perusahaan ini dibiarkan tersebar di mana-mana dan pada aras yang berbeda-beda, dikhawatirkan justru akan mengakibatkan pelaksanaan TJSL perusahaan yang tidak efektif, tidak sesuai dengan strategi bisnis masing-masing perusahaan, yang pada akhirnya justru membebani pelaku usaha sendiri.
Tentunya selain mengatur keempat persoalan di atas, peraturan pemerintah tersebut juga seyogianya mengatur secara cukup rinci berbagai jenis atau bentuk program TJSL yang dapat dipilih oleh perusahaan, batasan lokasi wilayah di mana perusahaan boleh melakukan program TJSL, koordinasi di lapangan antara perusahaan dengan pemerintah daerah setempat, sistem pelaporan kegiatan TJSL, dan sebagainya.

Daftar Pustaka
Business for Social Responsibility, (2001). “BSR Issue Briefs: Ethics Codes/Values”. Diakses dari http://www.bsr.org
Council of the Bars and Law Societies of the European Union, “Corporate Social Responsibility and The Role of the Legal Profession: A Guide for European Lawyers Advising on Corporate Social Responsibility Issues”. September 2003.
Mahkamah Konstitusi, Putusan No 53/PUU-VI/2008, Perkara Permohonan Pengujian UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, terhadap UUD 1945. Tanggal 15 April 2009.
Organisasi.Org Komunitas & Perpustakaan Online Indo, “Pengertian Sumber Daya Alam dan Pembagiannya”. Diakses dari http://www.organisasi.org., tanggal 17 Juni 2009.
Porter, Michel E., dan Kramer, Mark R., “Strategy and Society: The Link Between Competitive Advantage and Corporate Social Responsibility”. Harvard Business Review Collection, 2007.
Rosses, Andrew., Atje, Raymond., Edwin, Donni., “Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia”. Policy Brief 7 (2008), Australian Indonesia Governance Research, the Australian National University.
Suharto, Edi., “Tanggung Jawab Sosial Perusahaan: Apa itu dan Apa Manfaatnya Bagi Perusahaan”, makalah pada seminar Corporate Social Responsibility: Strategy, Management and Leadership, di Hotel Aryaduta Jakarta, 13-14 Februari 2008.
United Natons, “The Global Compact: Advancing Corporate Citizenship in the World Economy” (2001).
World Business Council for Sustainable Development, 2002.

________________________________________

EndNote:
[1] Michel E. Porter dan Mark R. Kramer, “Strategy and Society: The Link Between Competitive Advantage and Corporate Social Responsibility”. Harvard Business Review Collection, 2007.
[2] Ibid; Edi Suharto, “Tanggung Jawab Sosial Perusahaan: Apa itu dan Apa Manfaatnya Bagi Perusahaan”, makalah pada seminar Corporate Social Responsibility: Strategy, Management and Leadership, di Hotel Aryaduta Jakarta, 13-14 Februari 2008.
[3] Ibid.
[4] Mahkamah Konstitusi, Putusan No 53/PUU-VI/2008, Perkara Permohonan Pengujian UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, terhadap UUD 1945. Tanggal 15 April 2009.
[5] Para pemohon tersebut adalah Ketua Umum dari KADIN, HIPMI, dan IWAPI, serta 3 (tiga) Perseroan Terbatas yaitu PT. LILI PANMA, PT. APAC CENTRA CENTERTEX Tbk., PT. KREASI TIGA PILAR., yang masing-masing diwakili oleh Presiden Direkturnya.
[6] Mahkamah Konstitusi, above no.4, bagian Amar Putusan.
[7] Mahkamah Konstitusi, above no.4, Bagian 3. Pertimbangan Hukum, subbagian Pendapat Mahkamah, nomor 3.19, halaman 91.
[8] Ibid, halaman 92.
[9] Ibid, halaman 93.
[10] Ibid, halaman 92.
[11] Ibid, halaman 93.
[12] Ibid, halaman 98.
[13] Ibid.
[14] Ibid, halaman 93.
[15] Lihat, misalnya, Organisasi.Org Komunitas & Perpustakaan Online Indo, “Pengertian Sumber Daya Alam dan Pembagiannya”. Diakses dari http://www.organisasi.org., tanggal 17 Juni 2009.
[16] Pasal 15 huruf b UU tersebut berbunyi: Setiap penanam modal berkewajiban: (b) melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Penjelasannya berbunyi: Yang dimaksud dengan "tanggung jawab social perusahaan" adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.
[17] Penulis tidak memasukkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup ke dalam contoh di atas oleh karena isi UU ini sudah sangat jelas mengatur tentang hak dan kewajiban setiap orang, termasuk badan usaha, untuk merawat dan melindungi lingkungan hidup.
[18] Berikut ini kutipan ketiga pasal dari Undang-Undang tentang Sumber Daya Air. Pasal 47 ayat (3): Badan usaha dan perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ikut serta melakukan kegiatan konservasi sumber daya air dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. Pasal 52: Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya daya rusak air. Pasal 83: Dalam menggunakan hak guna air, masyarakat pemegang hak guna air berkewajiban memperhatikan kepentingan umum yang diwujudkan melalui perannya dalam konservasi sumber daya air serta perlindungan dan pengamanan prasarana sumber daya air.
[19] Pasal 30: Dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat, setiap badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan usaha milik swasta Indonesia yang memperoleh izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, diwajibkan bekerja sama dengan koperasi masyarakat setempat. Pasal 32: Pemegang izin sebagaimana diatur dalam Pasal 27 dan Pasal 29 berkewajiban untuk menjaga, memelihara, dan melestarikan hutan tempat usahanya. Pasal 48 ayat (3): Pemegang izin usaha pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 29, serta pihak-pihak yang menerima wewenang pengelolaan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, diwajibkan melindungi hutan dalam areal kerjanya. Pasal 50 ayat (2): Setiap orang yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan.
[20] Berikut ini bunyi Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Minyak dan gas Bumi : Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap menjamin keselamatan dan kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan hidup dan menaati ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku dalam kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi. Pasal 40 ayat (3) Pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berupa kewajiban untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan pencemaran serta pemulihan atas terjadinya kerusakan lingkungan hidup, termasuk kewajiban pascaoperasi pertambangan. Pasal 40 ayat (5) Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ikut bertanggung jawab dalam mengembangkan lingkungan dan masyarakat setempat.
[21] Mahkamah Konstitusi, above no. 4.
[22] Lihat pula, Pendapat Berbeda (Dissenting Opinions) dari Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati, Maruarar Siahaan, dan M. Arsyad Sanusi, terhadap putusan Mahkamah Konstitusi, above no.4.
[23] Pengecualian terjadi untuk Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, di mana dalam Pasal 34 diatur perihal sanksi bagi penanam modal (perorangan atau badan usaha) yang mengabaikan ketentuan Pasal 15 mengenai kewajiban melaksanakan TJSL. Pasal 34 berbunyi sbb:
(1) Badan usaha atau usaha perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 dapat dikenai sanksi administrative berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembatasan kegiatan usaha;
c. pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau
d. pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitaspenanaman modal.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh instansi atau lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Selain dikenai sanksi administratif, badan usaha atau usaha perseorangan dapat dikenai sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
[24] Tentang kekhawatiran pengusaha akan munculnya perda yang beraneka ragam mengatur tentang TJSL perusahaan juga dikemukakan oleh para pemohon uji materiil Pasal 74 UU PT kepada Mahkamah Konstitusi. Hakim MK menanggapinya dengan menyatakan bahwa dalam suasana otonomi daerah sekalipun, tidak perlu ada kekhawatiran bahwa setiap pemerintah daerah akan membuat kebijakan dan perda yang berbeda-beda untuk mengatur pelaksanaan CSR, sebab Pasal 74 ayat (4) yang bersifat imperative telah tegas menetapkan bahwa pengaturan lebih lanjut soal CSR hanyalah dalam bentuk PP bukan Perda.


data cacat tahun 2010

PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL (PMKS)
DATA PENYANDANG CACAT SEKECAMATAN BETUNG


NO NAMA DESA/KEL NAMA Umur / (L/P) JENIS CACAT ALAMAT

1 2 3 4 5 6
1 Sri Kembang Holina 70 Tahun Buta Dusun 03
Bawiyah 81 Tahun Buta Dusun 01
2 Pulau Rajak Sari Sedap 50 Tahun lumpuh Rt 06 Rw 02 Dusun 2
3 Durian Daun Adi Candra 40 Tahun Cacat Rt 02 Dusun I
khobi 39 Tahun Cacat Rt 02 Dusun I
Musmulyadi 28 tahun Cacat Rt 7 dusun I
Khoryati 35 Tahun tuna wicara Rt 4 Dusun I
Aksoh 53 Tahun tuna wicara Rt 8 Dusun II
Adianto 27 tahun Cacat Mental Rt 02 Dusun I
Juaini 40 Tahun Cacat Mental Rt 06 Dusun II
juaria 25 Tahun Cacat Mental Rt 03 dusun I
Dina 11 tahun Cacat Mental Rt 06 Dusun II
koria 35 tahun Cacat Mental Rt 04 Dusun I
juhan 45 tahun Cacat Mental Rt 04 Dusun I
4 Bengkuang Herman Ahad 61 Tahun Ampustasi Kaki Rt.007/001 Bengkuang
Iswandi Herman 69 Tahun Ampustasi Kaki Rt.002/001 Bengkuang
A. hasan Hamin 65 Tahun Lumpuh Rt.002/001 Bengkuang
Nanang Materi 74 Tahun Lumpuh Rt.001/001 Bengkuang
Matruah Abastoni 77 Tahun Lumpuh Rt.001/001 Bengkuang
Toyal Tahyin 60 Tahun Lumpuh Rt.002/001 Bengkuang
Nonasima 73 Tahun Lumpuh Rt.001/001 Bengkuang
Mahida 78 Tahun Lumpuh Rt.002/001 Bengkuang
Zainal Abidin Rais 63 Tahun Lumpuh Rt.001/001 Bengkuang
Musaina 70 Tahun Lumpuh Rt.002/001 Bengkuang
Yahuda 64 Tahun Lumpuh Rt.002/001 Bengkuang
Manik'a Hamain 63 Tahun Lumpuh Rt.002/001 Bengkuang
Paijem Dola 71 Tahun Lumpuh Rt.002/001 Bengkuang
Maria Toha 73 Tahun Lumpuh Rt.001/001 Bengkuang
Dasti 67 Tahun Lumpuh Rt.002/001 Bengkuang
Hayuyah Asan 69 Tahun Lumpuh Rt.002/001 Bengkuang
Seha Tuhid 70 Tahun Lumpuh Rt.002/001 Bengkuang
Masnah Burdan 73 Tahun Lumpuh Rt.002/001 Bengkuang
Syarkowi Aminudin 67 Tahun Lumpuh Rt.002/001 Bengkuang
Aria Sobih 60 Tahun Lumpuh Rt.001/001 Bengkuang
5 Air Senggeris Saripa 65 Tahun Lumpuh strok Rt 05 Rw 01
Siti Sona 67 Tahun Lumpuh Rt 05 Rw 01
Nurmina 62 Tahun Lumpuh Rt 03 Rw 01
JailaniMuhamad 75 Tahun Buta Rt 03 Rw 01
Rohani tap 70 Tahun buta Rt 04 Rw 01
Rifin 72 Tahun Lumpuh Rt 03 Rw 01
Amina 70 Tahun Lumpuh Rt 03 Rw 01
Rohani salim 70 Tahun Lumpuh Rt 03 Rw 01
Rohim 68 Tahun Lumpuh Rt 03 Rw 01
siti Romina 70 Tahun Lumpuh Rt 03 Rw 01
Rohuna 75 Tahun Buta Rt 02 Rw 01
Sa'ari 73 Tahun Lumpuh Rt 02 Rw 01
cik ro 71 Tahun Buta Rt 03 Rw 01
jabar 68 Tahun lumpuh Rt 05 Rw 01
Amer Hamzah 65 Tahun lumpuh Rt 05 Rw 01
6 Talang Ipuh maryani 60 Tahun Lumpuh Rt 05 RW02
Mayuna Perempuan Lumpuh Rt 05 RW02
mina dul hamid Perempuan Lumpuh Rt 02 RW02
Nasron Laki - Laki Tuna Rungu Rt 04 RW02
karmiati Perempuan Tuna Netra Rt 04 RW02
sona Perempuan Tuna Netra Rt 04 RW02
cik naya Perempuan Lumpuh Rt 01 RW02
Basir Laki - Laki Lumpuh Rt 05 RW02
sidik Laki - Laki Lumpuh Rt 04 RW02
Cik una Perempuan Lumpuh Rt 02 RW02
Mustopa Laki - Laki Lumpuh Rt 04 RW02
Ayu Bastam Perempuan Lumpuh Rt 04 RW02
Rumina Perempuan Lumpuh Rt 05 RW02
Sauna Perempuan Lumpuh Rt 05 RW02
Majuna Perempuan Lumpuh Rt 05 RW02
7 Taja Indah Rusdi Laki - Laki Patah Pinggang Rt 2 dusun II
Rebuin Laki - Laki Buta Rt 2 dusun II
Bambang irawan Laki - Laki Tangan Pontol Rt 3 Dusun II
Teguh Laki - Laki lumpuh layu Dusun II
Muslim Laki - Laki Lumpuh Dusun II
Cikmas Laki - Laki Lumpuh Dusun I
Lukman Laki - Laki Pincang Kaki Dusun II
Dahlan Laki - Laki patah kaki dusun III
Riciki Laki - Laki Picang Kaki Dusun I
Gober Laki - Laki Pincang Kaki Dusun I
Derahan Laki - Laki Bibir sumbing Dusun I
sulaiman Laki - Laki cacat karena Air Keras Dusun III
wagino Laki - Laki lumpuh Tanggan Dusun II
samsul Laki - Laki Patah Kaki Dusun II
wak pet Laki - Laki Patah Kaki Dusun II
sahara Perempuan Patah Kaki Dusun I
tekong Laki - Laki Patah Tanggan Dusun II
khodijah Perempuan Tangan Pontol dusun III
padilah Perempuan Tanga cacat Dusun I
mat ruah Laki - Laki Tuli Dusun I
sumira Perempuan Patah Kaki Dusun I
ngadikun Laki - Laki Patah Kaki Dusun III
sujarno Laki - Laki Patah Kaki Dusun II
M. senen Laki - Laki Buta Kedua mata Dusun II
zainal Laki - Laki Lumpuh Dusun II
Muliayadi Laki - Laki Cacat Karena terbakar Dusun I
Sam Laki - Laki Badan Belang ( Terbakar ) Dusun II
senan Laki - Laki Daun Telingga Cacat dusun III
Bidin Laki - Laki Lumpuh Dusun I
tujil Perempuan Tangan Cengkong Dusun I
Sawal Laki - Laki Patah Pinggang Dusun I
Rizal Laki - Laki Patah Pinggang Dusun III
Badar Laki - Laki Patah Pinggang Dusun II
8 Betung Masron Bin Unus Laki - Laki Lumpuh strok Lk I Betung
t. endah Perempuan Strok Lk II Betung
Siti - Sukarno (167) Laki - Perempuan Cacat Pisik Kel Betung
9 Lubuk Lancang Khodijah Perempuan Lumpuh Rt 01/01 Ds. I Lubuk Lancang
Mat Fei Laki - Laki Lumpuh Rt 01/01 Ds. I Lubuk Lancang
Sapura Perempuan Lumpuh Rt 01/01 Ds. I Lubuk Lancang
Abdullah Laki - Laki Lumpuh Rt 01/01 Ds. I Lubuk Lancang
Siti Perempuan Lumpuh Rt 01/01 Ds. I Lubuk Lancang
Yahina Ton Perempuan Lumpuh Rt 01/01 Ds. I Lubuk Lancang
Mat Ruah Laki - Laki Lumpuh Rt 01/01 Ds. I Lubuk Lancang
Tugiyem Perempuan Lumpuh Rt 01/01 Ds. I Lubuk Lancang
Jailani Somad Laki - Laki Lumpuh Rt 01/01 Ds. I Lubuk Lancang
Masrawi-Hasim (114) Laki-laki Lumpuh Lubuk Lancang
Abas Toni Laki-laki Lumpuh Rt 18 Dusun V Pandan
Salama-Yamuna (131) Perempuan Lumpuh Rt 18 Dusun V Pandan
Senen Laki-laki Lumpuh Rt 20 Tanjung Manara
Nuria-Suria (146) Perempuan Lumpuh Rt 20 Tanjung Manara
Mulkan Laki-laki Lumpuh Dusun Penjait
Suharudin-irpagi (153) Laki-laki Lumpuh Dusun Penjait
Kasiyo-Sumino (171) Laki-laki Lumpuh Dusun Penjait
Sustani-Mahiya (183) Perempuan Lumpuh Rt 04 Rw 01
Sobirin Laki-laki Lumpuh Rt 06 Rw 02 Dusun 2
10 Rimba Asam Murni Perempuan Tuna rungu Rt 15 Rw 04 LK II
Maryati Perempuan Cacat Rt 15 Rw 04 LK II
Desi Perempuan Cacat Rt 15 Rw 04 LK II
Alamsyah Laki-laki Putus kaki Rt 15 Rw 04 LK II
Amriadi Laki-laki Cacat Rt 15 Rw 04 LK II
Adi Wijaya Laki-laki Patah Pinggang Rt 15 Rw 04 LK II
desi Lediadi Perempuan Cacat Rt 15 Rw 04 LK II
Aguscik Laki-laki Cacat tangan akibat terbakar Rt 15 Rw 04 LK II
Yamit Laki-laki Cacat Rt 34 Rw 08 LK IV
Fauzi Laki-laki Cacat Rt 34 Rw 08 LK IV
Munir Laki-laki Cacat Rt 34 Rw 08 LK IV
Masai Laki-laki Pincang Kaki Rt 20 Rw 05 Lk III No:016
Syamsul Laki-laki Strok Rt 20 Rw 05 Lk III No:030
Sabidi Laki-laki buta Rt 20 Rw 05 Lk III no 03
Saimah Perempuan lumpuh Rt 20 Rw 05 Lk III
Piha Perempuan Mata Rabun Rt 24 Rw 06 Lk III No 02
Nurbaiti Perempuan catat mental Rt 24 Rw 06 Lk III No 10
Sunarti Perempuan tuna wicara Rt 13 Rw 03 Lk II No 18
Hamid Laki-laki Lumpuh Rt 13 Rw 03 Lk II No 21
Dedi apriansyah Laki-laki Cacat Rt 23 Rw 05 Lk III No 13
Saibani Laki-laki Pincang Kaki Rt 23 Rw 05 Lk III No 01
Nurhayati Perempuan cacat Rt 23 Rw 05 Lk III No 15
Rusmini Perempuan Tuna Rungu Rt 38 Rw 09 Lk V
Idris Laki-laki cacat kaki Rt 38 Rw 09 Lk V
Kartini Perempuan Tuna Netra Rt 38 Rw 09 Lk V
Priska Perempuan Kurang ( idiot) Rt 17 Lk II
Lia Perempuan Cacat Jiwa Rt 17 Lk II
Mardiana Perempuan Bengkok Pingang Rt 09 Rw 02 LK II
Ahmad Laki-laki Putus kaki Rt 09 Rw 02 LK II
Monalisa Perempuan cacat/ Rabun Rt 09 Rw 02 LK II
elia rosa Perempuan Cacat/ Rabun Rt 09 Rw 02 LK II
Jania Perempuan Mata Rabun Rt 09 Rw 02 LK II
Nizarwati Perempuan Buta Rt 18 Rw 04 Lk II
Yana Perempuan Cacat Kaki dan tangan Rt 18 Rw 04 Lk II
Gadis Sal Perempuan pincang Tangan kaki (Polio) Rt 19 Rw 04 Lk II
Ahmad Laki-laki Kelainan Fisik Kaki Rt 09 Rw 02 Lk I
Mardiana Perempuan Tuli Rt 09 Rw 02 Lk I
Ardiansyah Laki-laki Lumpuh Rt 07 Rw 02 Lk I
Amir Laki-laki Cacat Mentel Rt 07 Rw 02 Lk I
Arivai Laki-laki Lumpuh Rt 34 Rw 08 LK IV
gatam Laki-laki tuli Rt 40 Rw 02 Lk I
Rustam laki-laki cacat kaki Rt 41 Rw 02 Lk I
Demi Laki-laki cacat mental Rt 14 Rw 03 Lk II
Lisnawati Laki-laki Pincang Rt 19 Rw 04 Lk II
Yul Perempuan Cacat Mental Rt 11 Rw 03 LK II
Heriyanto Laki-laki Pincang Kaki Rt 19 Rw 04 Lk II
Nedi Laki-laki cacat mental Rt 20 Rw 05 LK III
Amriadi Laki-laki Pecah / Buta Rt 30 Lk IV
Suwarno Laki-laki cacat kaki Rt 33 Rw 08 LK IV
Tahir Laki-laki Lumpuh kaki Rt 33 Rw 08 LK IV
Abdul Gani Laki-laki cacat kaki Rt 33 Rw 08 LK IV



Rimba Asam, 30 Juni 2010
TKSK





Joni Karbot, S.Th.I